Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi III DPR Sebut Akan Teliti Putusan MA Potong Masa Hukuman Anas Urbaningrum

Kompas.com - 05/10/2020, 08:25 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh mengatakan, pihaknya akan meneliti dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung (MA) dalam mengurangi masa hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Seperti diketahui, Anas mendapat pemotongan masa hukuman tindak pidana korupsi proyek Hambalang dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara di tingkat kasasi.

"Komisi III sebagai fungsi pengawasan akan meneliti dasar pertimbangan yang dilakukan Hakim, apakah sesuai dengan prosedur yang benar atau ada faktor yang lainnya," kata Khairul saat dihubungi, Senin (5/10/2020).

Khairul mengatakan, Indonesia adalah negara hukum dan hakim mendapatkan keleluasaan untuk mempertimbangkan suatu perkara yang disidangkan dengan menggali bahan materil, formil dan penemuan hukum.

Baca juga: Kuasa Hukum Anas Urbaningrum Sebut Istilah Pengurangan Hukuman Tidak Tepat

Oleh karenanya, menurut Khairul, dasar putusan hakim pasti berdasarkan logika dan bukti-bukti di persidangan.

"Dasar Putusan Hakim dijelaskan dalam pertimbangan Hakim dalam Putusan, yang isinya logika yang digunakan Hakim dan bukti-bukti yang ada di persidangan," ujar dia.

Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi PAN Sarifudin Sudding mengatakan, seluruh pihak harus menghargai putusan MA atas pengurangan masa hukuman Anas Urbaningrum.

Namun, menurut Sudding, putusan MA itu menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa pemotongan hukuman tersebut tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi.

"Memunculkan persepsi yang tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi itu sendiri atas putusan tersebut," kata Sudding saat dihubungi, Sabtu (3/10/2020).

Baca juga: MA Diskon Hukuman Anas Urbaningrum, Daftar Koruptor yang Dapat Keringanan Tambah Panjang

Sudding juga mengatakan, saat ini terjadi fenomena para terpidana korupsi ramai-ramai menggunakan haknya untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di persidangan.

Oleh karena itu, ia mengingatkan, aparat penegak hukum untuk memahami rasa keadilan di masyarakat dalam memutuskan suatu perkara.

"Setiap putusan pasti memunculkan pandangan publik yang pro dan kontra, karenanya aparat penegak hukum dapat memahami rasa keadilan yang muncul di masyarakat dalam memutus suatu perkara," pungkas dia.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) kembali mengurangi masa hukuman terpidana kasus korupsi yang mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK).

Kali ini, MA memotong hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, terpidana kasus korupsi proyek Hambalang dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara di tingkat kasasi.

Baca juga: Hukuman Didiskon MA, Ini Perjalanan Vonis Kasus Anas Urbaningrum

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun, ditambah dengan pidana denda sebanyak Rp 300 juta dengan ketentuan apabila deda tersebut tidak dibayar diganti dengan kurungan selama tiga bulan," demikian bunyi putusan majelis hakim PK, Rabu (30/9/2020).

Meski memotong masa hukuman Anas, majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah Anas menyelesaikan pidana pokok.

Selain itu, Anas tetap dihukum memembayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 dan 5.261.070 dollar AS.

Atas putusan MA ini, daftar terpidana korupsi yang mendapat keringanan hukuman menjadi semakin panjang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com