Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan MA Sunat Hukuman Anas Urbaningrum dari 14 Jadi 8 Tahun

Kompas.com - 30/09/2020, 20:57 WIB
Ardito Ramadhan,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sekaligus memotong masa hukumannyanya dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, PK Anas dikabulkan karena adanya kekhilafan hakim yang dinilai dapat dibenarkan.

"Menurut Majelis Hakim Agung PK, alasan permohonan PK Pemohon/Terpidana yang didasarkan pada adanya 'kekhilafan hakim' dapat dibenarkan dengan pertimbangan," kata Andi Samsan, Rabu (30/9/2020).

Kekhilafan yang dimaksud terkait dengan pasal yang didakwakan kepada Anas Urbaningrum.

Baca juga: MA Potong Hukuman Anas Urbaningrum Jadi 8 Tahun Penjara

Majelis hakim PK berpendapat pasal yang tepat dikenakan kepada Anas adalah Pasal 11 UU Tipikor, bukan Pasal 12a UU Tipikor.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim PK menyebut, setelah mencermati alat-alat bukti, diketahui uang dan fasilitas yang diterima Anas melalui PT Adhi Karya dan Permai Group dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan dan fee dari perusahaan lain.

Sebagian dana itu kemudian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.

Majelis hakim menyatakan, tidak ada satupun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas telah melobi pemerintah agar perusahaan itu mendapat proyek dan tidak ada bukti yang menunjukkan pengeluaran uang dari perusahaan tersebut atas kendali Anas.

"Hanya satu saksi di Permai Group yang menerangkan tersebut, yaitu saksi Nazaruddin. Sebagaimana hukum satu saksi tanpa didukung alat bukti lain adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian," kata majelis hakim.

Baca juga: Soal PK Anas Urbaningrum, KPK Percaya Hakim Independen dan Imparsial

Selanjutnya, pada proses pencalonan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Anas dinilai tidak pernah berbicara teknis soal uang yang ia dapat dalam rangka pencalonan dirinya.

Berdasarkan fakta hukum yang diperoleh, uang-uang yang dikeluarkan untuk pencalonan Anas didapat dari penggalangan dari simpatisan atas kedekatan dengan organisasi Anas sebelumnya.

"Yang kebetulan orang-orang tersebut duduk dalam stuktur organisasi perusahaan serta dari kader-kader Partai Demokrat pendukung Pemoohon PK yang mempunyai akses dalam perusahaan tersebut," kata majelis hakim.

Dana dan fasilitas tersebut diberikan kepada Anas dengan harapan akan mempermudah perusashaan-perusahaan tersebut untuk mendapatkan proyek yang didanai Pemerintah.

Baca juga: Anas Urbaningrum: Tidak Ada Barang Haram di Kamar Saya

Sebab, bila Anas terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan Ketua Fraksi di DPR, maka Anas mempunyai wewenang besar untuk mempengaruhi penataan anggaran-anggaran proyek Pemerintah dalam pembahasan di DPR.

"Apabila fakta-fakta hukum tersebut dihubungkan dengan dakwaan Pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan Judex Juris tidak tepat karena pemberian dana-dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Pemohon PK menduduki jabatan tersebut," kata majelis hakim.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com