Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan Minta Agar di RUU PKS Penahanan Kepala Daerah Tak Perlu Izin Presiden/Menteri

Kompas.com - 30/09/2020, 10:21 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas Perempuan meminta agar penyidikan dan penahanan terhadap kepala daerah yang diduga terlibat kasus dugaan kekerasan seksual tak perlu membutuhkan persetujuan tertulis dari presiden atau menteri.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi meminta agar hal tersebut diatur dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

"Merekomendasikan kepada DPR dan pemerintah khususnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk menghapuskan ketentuan memerlukan persetujuan tertulis dari menteri atau presiden," katanya dalam konferensi pers daring, Selasa (29/9/2020).

Baca juga: Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Timur Desak RUU PKS Masuk Prolegnas 2021

Ketentuan perihal persetujuan tertulis tersebut tertuang dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).

Pasal 90 ayat (1) menyebutkan, tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap gubernur atau wakil gubernur membutuhkan persetujuan tertulis dari presiden.

Sementara, untuk bupati, wakil bupati, wali kota dan/atau wakil wali kota memerlukan persetujuan tertulis dari Menteri.

Pada Pasal 90 ayat (2) tertulis, proses penyidikan dan penahanan dapat dilakukan apabila persetujuan tertulis tidak diberikan dalam waktu paling lambat 30 hari sejak permohonan diterima.

Baca juga: Fraksi PDI-P Berharap RUU PKS Kembali Masuk Prolegnas Prioritas

Namun, ketentuan itu tidak berlaku bagi kepala daerah yang tertangkap tangan melakukan kejahatan atau disangka melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman mati atau melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara.

Selain itu, Komnas Perempuan juga menyoroti kekuasaan yang dimiliki para kepala daerah sehingga berpotensi memengaruhi proses penegakan hukum.

Siti menuturkan, faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan munculnya potensi impunitas.

"Kondisi inilah yang menjadi tidak adil bagi korban dan juga tersangka yang lain dan berpotensi menghadirkan impunitas," ucap dia.

Baca juga: Kurang Bukti Apa Lagi, Kita Sudah Darurat RUU PKS

Ia mengatakan, Komnas Perempuan memberi perhatian khusus terhadap kasus kekerasan seksual dengan terduga pelaku pejabat publik.

Salah satunya adalah kasus dugaan eksploitasi seksual terhadap anak berusia 14 tahun yang diduga dilakukan Wakil Bupati Buton Utara Ramadio.

Kasus itu mencuat pada Desember 2019. Ramadio pun telah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi ia tidak ditahan.

Pada September 2020, berkas perkara Ramadio telah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh jaksa penuntut umum (JPU). Namun, kasusnya belum disidangkan.

Baca juga: Desakan Pengesahan RUU PKS dan Alotnya Pembahasan di Senayan

Padahal, tersangka lain berinisial T alias L yang berperan sebagai muncikari telah disidangkan. Terdakwa bahkan sedang menunggu proses upaya hukum kasasi yang diajukannya.

Untuk itu, Komnas Perempuan mendorong JPU dan pengadilan segera menyidangkan Ramadio.

"Merekomendasikan jaksa penuntut umum dan Pengadilan Negeri Raha untuk segera menyidangkan kasus ini," tutur Siti.

Kini, Ramadio bahkan ditunjuk untuk menjabat sebagai Plt Bupati Buton Utara.

Baca juga: Sebagian Anggota DPR Nilai Definisi RUU PKS Terlalu Liberal dan Feminis

Komnas Perempuan meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengevaluasi penunjukkan Ramadio tersebut.

"Tentu kami mengharapkan Mendagri melalui Gubernur Sulawesi Tenggara mengevaluasi pengukuhan wakil bupati buton utara sebagai Plt bupati," ucapnya.

Ia pun mendorong masyarakat di Sulawesi Tenggara untuk terus memantau kelanjutan kasus tersebut.

Diberitakan, Polres Muna, Sulawesi Tenggara, menetapkan Wakil Bupati Buton Utara Ramadio alias RD sebagai tersangka pelakupencabulan anak di bawah umur.

Baca juga: Menteri PPPA Akui RUU PKS Masih Menuai Pro dan Kontra

Wakil Bupati Buton Utara diduga mencabuli seorang anak yang masih berusia 14 tahun sebanyak dua kali di bulan Juni 2019.

Ramadio diduga membayar uang sejumlah Rp 2 juta kepada korbannya melalui seorang muncikari berinisial T alias L.

Terdakwa T telah disidangkan dan sedang menunggu proses upaya hukum kasasi yang diajukannya.

Vonis Pengadilan Negeri Raha terhadap terdakwa T diperberat oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara menjadi sembilan tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com