JAKARTA, KOMPAS.com – Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Timur mendesak Pemerintah dan DPR memasukan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2021.
“Memasukan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2020/2021,” demikian pernyataan Koordinator Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Timur Lusi Peilouw dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (28/9/2020).
Desakan tersebut muncul setelah Jaringan Masyarakat Sipil Wilayah Timur menemukan sedikitnya 30 persen kasus yang dilaporkan mengalami kebuntuan dalam penanganan hukum.
Baca juga: PDI-P Dorong Pembahasan dan Pengesahan RUU PKS
Hal itu, dinilai akibat tidak sigapnya polisi dalam menemukan pelaku, juga ketidakmampuan keluarga untuk membiayai proses hukum oleh karena tempat tinggal yang jauh dari pusat layanan.
Baik untuk wilayah daratan misalnya Papua dan Sulawesi maupun di daerah kepulauan seperti Maluku dan NTT.
Dari situasi korban, Jaringan Masyarakat Sipil Wilayah Timur menemukan bahwa di semua daerah di Wilayah Timur, kasus Kekerasan Seksual erat sekali dengan hubungan keluarga, agama, dan adat yang seharusnya menjadi tempat pencegahan bagi pelaku dan perlindungan bagi korban.
Justru, dalam beberapa kasus korban hamil misalnya, keluarga malah memilih menikahkan korban dengan kerabat dengan alasan menutup aib.
Kemudian, tokoh adat setempat ikut memberatkan beban korban dengan stigma kehamilan korban adalah aib bagi kampung. Korban didera trauma berkepanjangan.
Di ranah Pengadilan, masih ada juga persidangan yang tidak peka pada aspek perlindungan dan perhargaan harkat dan martabat korban.
Pada sisi Pemerintah Daerah, kebijakan, program dan penganggaran pemerintah belum menyasar kebutuhan pencegahan kasus, juga perlindungan dan pemulihan yang komprehensif bagi korban dan keluarga korban.
Tidak heran, edukasi publik yang penting bagi pencegahan maupun perlindungan tidak jalan dan keberadaan Rumah Aman yang sangat terbatas maupun tenaga pendamping dan psikolog tidak sebanding kebutuhan penanganan kasus.
Akar paling mendasar dari semua realita miris di wilayah timur ini adalah lemahnya landasan hukum bagi perlindungan korban.
Maluku, NTT, Papua dan Sulawesi membutuhkan Peraturan Perundang-undangan yang secara spesifik dan komprehensif mengatur pemenuhan hak korban.
Oleh sebab itu, Jaringan Masyarakat Sipil Wilayah Timur juga memita Pemerintah dan DPR memastikan RUU PKS nantinya menjadi Undang-undang yang melindungi hak-hak korban untuk mengakses keadilan, sehingga mendapatkan proses peradilan yang berkeadilan.
Baca juga: Korban Kekerasan Seksual Sering Disalahkan, Kowani Dorong RUU PKS
Kemudian, UU PKS juga menjadi Undang-undang yang mencakup pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban serta pemidanaan pelaku.
Selain itu, Undang-undang ini juga dapat memberikan kepastian hukum terhadap bentuk-bentuk kekerasan seksual: pelecehan seksual; eksploitasi seksual; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan aborsi; perkosaan; pemaksaan perkawinan; pemaksaan pelacuran; perbudakan seksual; dan penyiksaan seksual.
Jaringan Masyarakat Sipil juga berharap Undang-undang juga mencakup pemidanaan khusus bagi pelaku korporasi, pelaku yang menghambat, bertindak lalai menjalankan kewajiban, serta sanksi administratifnya
Kemudian, Undang-undang yang memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam melakukan pencegahan tindak kekerasan seksual
Dan Undang-undang yang menegaskan pengaturan layanan pemerintah maupun layanan negara yang sinergetik dengan masyarakat dan LSM sebagai upaya pemulihan korban
Untuk diketahui, Jaringan Masyarakat Sipil untuk RUU PKS telah mendokumentasikan kasus Kekerasan Seksual sejak 2019 hingga 2020 dari sejumlah lembaga pengadalayanan di wilayah timur Indonesia.
Total kasus Kekerasan Seksual yang terdokumentasi hingga September 2020 adalah 481 kasus.
Kasus tertinggi adalah Pemerkosaan (220 kasus), disusul perkawinan anak (145 kasus).
Angka-angka ini hanyalah sebagian kasus yang sempat terpotret.
Baca juga: Fraksi PDI-P Berharap RUU PKS Kembali Masuk Prolegnas Prioritas
Pemerkosaan anak yang tinggi itu terjadi di hampir seluruh daerah.
Sebanyak 65 persen korban dari total kasus yang terdokumentasikan adalah anak-anak atau 314 orang. Dari jumlah itu, 12 korban adalah balita, 104 usia tanggung dan sisanya 198 adalah usia remaja. Semuanya berasal dari keluarga ekonomi lemah.
Adapun RUU PKS hingga saat ini belum disahkan karena pembahasan yang alot di DPR. RUU tersebut bahkan dicabut dari program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.