JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberi perhatian serius terhadap kasus Henry Alfree Bakari yang tewas akibat dugaan kekerasan yang dilakukan oleh polisi di Polresta Barelang.
"Komnas HAM memberikan perhatian yang serius terhadap fenomena penyiksaan dan kekerasan dalam proses hukum. Salah satunya adalah yang terjadi di wilayah kepolisian Barelang," ujar Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI Choirul Anam dalam konferensi pers, Kamis (24/9/2020).
Anam mengatakan, penting bagi Komnas HAM untuk memberikan perhatian lebih terhadap kasus tersebut. Sebab, Komnas HAM menginginkan dalam proses hukum tidak boleh ada tindakan kekerasan.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Ada Indikasi Kekerasan dalam Dugaan Penyiksaan Henry Alfree oleh Polisi
Menurut Anam, isu kekerasan dan penyiksaan adalah salah satu isu yang penting dalam penegakan hak asasi manusia.
Ia menyebutkan, dalam berbagai kesempatan Komnas HAM dan seluruh komunitas hak asasi manusia di dunia menginginkan salah satu proses demokrasi dan penegakan hukum yang utuh adalah terbebas dari penyiksaan.
"Oleh karenanya kasus-kasus ini memang sengaja kami publikasikan juga hasil-hasil temuannya biar menjadi pelajaran kita semua," ujar Anam.
Anam sekaligus menyayangkan penyiksaan terjadi pada bagian proses hukum.
Ia mengatakan, tidak boleh ada lagi kasus penyiksaan seperti ini terjadi di seluruh wilayah di Indonesia.
Baca juga: Penjelasan Lengkap Kapolresta Barelang terkait Tewasnya Hendri Alfred Bakari
Komnas HAM menyambut baik pihak kepolisian yang sudah menurunkan Propam untuk melakukan penyelidikan.
Namun, Choirul Anam berharap kasus tersebut tidak berhenti di Propam.
"Tidak berhenti di soal kode etik, tidak berhenti di soal profesi, tapi harus diteruskan sampai ke level pidana," kata Anam.
"Oleh karenanya kami menunggu hasilnya kepolisian, apakah ini dilanjutkan ataukah tidak, harapan besar kami ini adalah dilanjutkan ke ranah pidana," tuturnya.
Komnas HAM berharap kejadian tersebut menjadi pesan bagi semua pihak khususnya seluruh polisi di Indonesia dan seluruh petugas tahanan bahwa penyiksaan atau kekerasan yang dilakukan terhadap siapa pun adalah tindak pidana.
"Pesan ini harus sangat kuat agar kita menjadi negara yang lebih beradab, kami mendukung langkah awal yang dilakukan oleh kepolisian tapi sekaligus kami meminta kepolisian untuk memberikan update kepada Komnas HAM terkait temuannya," tutur Anam.
Baca juga: YLBHI Beberkan Persoalan Polri, dari Tunduk pada Desakan Massa hingga Penyiksaan
Untuk diketahui, Komnas HAM melakukan pemantauan dan penyelidikan lapangan terhadap kematian Henry Alfree Bakari pasca-ditangkap Satuan Reserse Narkoba Polresta Barelang di Kepulauan Riau.
Komnas HAM memperoleh berbagai keterangan, di antaranya dari saksi, keluarga korban, dan pihak kepolisian.
Selain itu, keterangan juga didapatkan Komnas HAM dari sisi medis, yakni Rumah Sakit Budi Kemuliaan yang melakukan otopsi terhadap jenazah Henry Alfree Bakari.
"Berdasarkan temuan yang kami peroleh, memang terjadi penangkapan yang sewenang-wenang terhadap almarhum, ditandai dengan tidak adanya surat perintah penangkapan yang segera diberikan kepada pihak keluarga," kata anggota tim Komnas HAM, Wahyu Pratama Tamba.
Baca juga: Anggota Komisi III Desak Polri Hapuskan Praktik Penyiksaan
Tanggapan polisi
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil otopsi jenazah Henry. Kasus ini ditangani Polda Kepulauan Riau.
"Sementara cukup Polda Kepri dan masih menunggu otopsi (jenazah Henry)," kata Argo ketika dihubungi, Kamis (13/8/2020).
Hal senada disampaikan Kapolresta Barelang Kombes Purwadi Wahyu Anggoro. Dia belum mau mengomentari lebih jauh perihal dugaan kekerasan terkait tewasnya Hendri.
Pihaknya menunggu hasil otopsi untuk mengetahui penyebab kematian almarhum Henry.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.