JK menjadi inspektur upacara dan berjas lengkap, di acara pemakaman itu. Ia menunaikan janjinya untuk berpakaian lengkap, mengantar sahabatnya, menghadap Ilahi, di tempat abadinya.
Di mana semen perekat di antara kedua sahabat itu? Bukankah mereka memiliki latar belakang yang berbeda dalam banyak hal?
Jawabannya ada pada pangkalan, tempat mereka berdua, memandang hamparan luas bangsa ini.
Keduanya selalu digelisahkan oleh ketimpangan ekonomi bangsa kita yang mereka berdua yakini, bila tidak ditutup cepat, maka dimensi sosial politik bisa muncul dan menjadi masalah besar.
Kedua sahabat sejati itu, selalu beriringan dalam pangkalan pendaratan yang sama bahwa kemajemukan bangsa ini harus dikelola dengan baik agar ia tetap menjadi mosaik indah. Bukan sumber masalah.
Dalam perspektif ini, JK dan JO melihat kemajemukan bangsa, sepelik apa pun masalahnya, pasti bisa diselesaikan, selama dimensi keadilan bisa dijaga.
Hulu masalah bangsa kita ada pada rasa keadilan itu. JK dan JO meyakini ini. Maka, keduanya pun selalu sensitif dengan agenda keadilan tersebut.
Kesamaan pandangan dan visi inilah yang mengawetkan persahabatan JK dan JO. Agenda rutin tiap tiga bulan sarapan pagi bareng, adalah ajang di mana keduanya saling menukar dan mengisi.
Mereka saling mencari dan merindukan untuk berbicara, terutama hal-hal yang menjadi isu nasional. Dalam berdiskusi, JO lebih banyak mendengar daripada berbicara.
JK lebih acap menguraikan latar belakang sesuatu yang digelisahkan keduanya itu. Namun, di akhir percakapan, JO selalu menutup dengan membingkai persoalan yang dipercakapkan kedua sahabat itu.
Baca juga: Sofjan Wanandi Kenang Jakob Oetama: Saya Dianggap Adiknya
Beberapa saat sebelum berangkat ke pemakaman, JK, Sofyan Wanandi, dan saya, masih sempat berbicara tentang ketokohan dan jasa JO buat bangsa ini.
Yang jelas, JK sangat mengagumi sahabatnya itu dalam hal komitmen mendidik bangsa kita untuk hidup di tengah kemajemukan. Bagi JK, sahabatnya itu adalah teladan dalam hal moderasi.
Malah, JK meminta kami untuk tetap berkomunikasi dengan anak-anak Kompas yang ditinggalkan JO, agar misi Kompas sebagai jangkar bangsa, agar perahu kebangsaan ini tidak dioleng ke kiri dan ke kanan, tetap dipelihara.
Suatu saat, ketika JK masih menjadi Wakil Presiden, tiba-tiba Sofyan Wanandi menyampaikan bahwa JO minta waktu untuk bertemu.
Di tengah agenda yang menggunung dan sudah terjadwal jauh sebelumnya, JK langsung meminta stafnya untuk menunda sebagian acaranya dan menyiapkan waktu khusus untuk menerima JO.
Semasa hidup JO, sahabatnya, JK, selalu menyiapkan waktu untuknya. Setelah pergi pun, JK tetap menyiapkan waktu buat sahabatnya, JO.
Ia menunda yang lain, demi mengantar sahabatnya itu. Dan bukankah ini yang disebut persahabatan sejati?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.