Menurut Bambang, Polri bisa bekerja sama dengan Satpol PP dan Satuan Pengamanan (Satpam) selaku pihak Pemda.
"Kalau Wakapolri paham, harusnya lebih mengutamakan komponen-komponen yang sudah berada dalam binaannya. Bukan malah memberdayakan preman," ujarnya.
Bambang berpendapat, masih ada cara lain yang dapat dilakukan Polri, jika masyarakat di pasar tak mentaati protokol kesehatan yaitu dengan menindak tegas penanggungjawab pasar.
Bahkan, opsi terburuk menutup pasar tersebut.
"Hal-hal semacam inilah yang harus jadi fokus kepolisian," ucap dia.
Potensi kekerasan
Juru Bicara Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengakui keberadaan pemimpin informal di pasar akan berpengaruh agar masyarakat menaati protokol kesehatan.
Namun, Polri tetap harus mewaspadai potensi kekerasan jika teguran atau imbauan pemimpin informal pasar seperti preman tidak diterima dengan baik.
"Potensi abusive melalui teguran dan tindakan, misalnya nada suara tinggi atau membentak, atau misalnya jika ada orang yang ngeyel tidak mau pakai masker akan terjadi adu fisik," kata Poengky.
Baca juga: Rencana Pelibatan Preman Awasi Protokol Kesehatan di Pasar, Kompolnas: Waspadai Potensi Kekerasan
Berdasarkan hal tersebut, Poengky mendukung agar kerja sama dengan "jeger pasar" harus didampingi TNI-Polri.
"Oleh karena itu harus selalu didampingi aparat kepolisian, misalnya Bhabinkamtibmas yang bertugas di pasar, yang memahami dan mengenal medan," tutur dia.
Picu konflik horizontal
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti meminta Kapolri Jenderal Idham Azis membatalkan pelibatan preman dalam penegakan protokol kesehatan.
Fatia menilai, wacana tersebut justru menunjukkan kegagalan polisi dalam melakukan tugas-tugas pengamanan dan penegakkan hukum sesuai aturan yang ada.
Baca juga: Preman Pasar Bakal Awasi Protokol Kesehatan, Satpol PP: Siapa Saja Boleh
"Kami khawatir kebijakan ini justru akan memicu munculnya konflik horizontal akibat adanya kelompok masyarakat tertentu yang merasa mendapat legitimasi dari kepolisian untuk melakukan fungsi-fungsi penegakan peraturan kepada masyarakat," kata Fatia dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/9/2020).
Fatia mengatakan, selama ini polisi dinilai paling dominan dalam melakukan perlakuan yang tidak manusiawi kepada masyarakat.
Dengan rekam jejak tersebut, ia mengatakan, tidak ada jaminan polisi akan mengawasi secara ketat preman di pasar.
Fatia khawatir adanya potensi pembiaran terhadap tindakan penertiban dengan kekerasan yang dilakukan oleh preman pasar atau unsur masyarakat lainnya.
"Kami melihat berbagai pilihan kebijakan dan tindakan tersebut bukan merupakan kebijakan yang didasari dengan data saintifik, melainkan menunjukkan pola pendekatan keamanan yang menghasilkan berbagai bentuk pelanggaran HAM," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.