Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekor Kasus Covid-19 dan Prediksi Pemerintah yang Meleset...

Kompas.com - 04/09/2020, 08:36 WIB
Sania Mashabi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah pasien yang terjangkit virus corona atau Covid-19 di Indonesia terus bertambah.

Berdasarkan data pemerintah yang masuk hingga Kamis (3/9/2020) pukul 12.00 WIB, tercatat ada penambahan pasien positif Covid-19 sebanyak 3.622 orang dalam 24 jam terakhir.

Angka tersebut merupakan penambahan paling tinggi sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret lalu.

Dengan demikian, jumlah akumuasi kasus Covid-19 di Indonesia kini sebanyak 184.268 orang.

Baca juga: Kasus Covid-19 Terus Melonjak, Jakarta Berencana Tambah 11 Rumah Sakit Rujukan

Berdasarkan catatan Kompas.com, rekor penambahan pasien harian tertinggi sebelumnya terjadi pada Sabtu (29/8/2020) dengan 3.308 orang.

Sehari sebelumnya, Jumat (28/8/2020), penambahan pasien harian dalam jumlah tinggi juga terjadi, yakni 3.003 kasus baru.

Kemudian pada Rabu (27/8/2020) juga menjadi rekor penambahan dalam jumlah tinggi dengan 2.719 kasus baru.

Kasus baru pasien konfirmasi positif Covid-19 kali ini tersebar di 33 provinsi. Dari data tersebut, tercatat lima provinsi dengan penambahan kasus baru tertinggi.

Kelima provinsi itu yakni DKI Jakarta (1.359 kasus baru), Jawa Timur (377 kasus baru), Jawa Tengah (242 kasus baru), Jawa Barat (238 kasus baru), dan Bali (174 kasus baru).

Baca juga: Seluruh Kota dan 24 RW di Jakarta Masuk Zona Merah Covid-19

Sementara itu, penularan Covid-19 secara keseluruhan hingga saat ini terjadi di 488 kabupaten/kota yang berada di 34 provinsi.

Selain itu, ada satu provinsi yang tidak terdapat kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir, yakni Jambi.

Jumlah penambahan harian tersebut berasal dari pemeriksaan 37.597 spesimen dalam 24 jam terakhir.

Sebanyak 37.597 spesimen itu diambil dari 19.306 orang. Satu orang bisa diambil atau diperiksa spesimennya lebih dari satu kali.

Angka pemeriksaan itu juga melampaui target pemeriksaan spesimen yang ditargetkan Presiden Joko Widodo yakni 30.000 spesimen dalam satu hari.

Baca juga: Selain Dwayne Johnson, Siapa Saja Atlet Dunia yang Terinfeksi Covid-19?

Berdasarkan catatan Kompas.com, Rabu (2/9/2020), pemerintah memeriksa sebanyak 31.001 spesimen dalam sehari.

Kemudian pada Selasa (1/9/2020) pemerintah memeriksa 30.625 spesimen. Sedangkan pada (31/8/2020) sebanyak 15.305 spesimen.

Secara akumulasi, pemerintah telah melakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 2.338.865 dari 1.353.291 orang.

Pemeriksaan dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM).

Dari pemeriksaan spesimen akumulasi tersebut, ditemukan 184.268 orang positif dan 1.169.023 orang negatif Covid-19 di Indonesia.

Pasien sembuh dan meninggal

Data yang sama juga memperlihatkan penambahan pasien yang sembuh dari Covid-19 pun sebanyak 2.084 orang.

Baca juga: Selain Covid-19, Ini 6 Jenis Penyakit Menular Akibat Infeksi Virus

Mereka dinyatakan sembuh setelah mendapatkan hasil dua kali negatif dalam pemeriksaan laboratorium PCR.

Sehingga total pasien yang sembuh dari Covid-19 berjumlah 132.055 orang.

Kendati demikian, pasien yang dinyatakan meninggal dunia akibat Covid-19 juga bertambah 134 orang dalam 24 jam terakhir.

Dengan demikian total pasien yang meninggal dunia akibat Covid-19 kini berjumlah 7.750 orang.

Pemerintah pun mencatat ada 84.071 suspek terkait Covid-19 di Indonesia.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), suspek merupakan istilah pengganti untuk pasien dalam pengawasan (PDP).

Baca juga: KPU: Belum Ada Laporan Tahapan Pilkada 2020 jadi Klaster Covid-19

Seseorang disebut suspek Covid-19 jika mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.

Istilah suspek juga merujuk pada orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable Covid-19.

Bisa juga, orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

Prediksi meleset

Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, sejak awal respons pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 tidak terkoordinasi dengan baik.

Hal tersebut menjadi faktor mengapa mayoritas target dan prediksi pemerintah soal kondisi Covid-19 di Indonesia meleset.

Baca juga: Prediksi Pemerintah soal Covid-19 Meleset, Ahli Epidemiologi: Karena Respons Tak Terkoordinasi

"Respons pemerintah kita atas pandemi Covid-19 tak terkoordinasi dengan baik. Sehingga sampai saat ini rencana pemerintah meleset semua," ujar Pandu ketika dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (3/9/2020).

Dia mencontohkan, sejak awal pemerintah tidak fokus kepada proses tes menggunakan metode real time PCR. Saat itu, malah marak digelar rapid test.

Padahal, menurutnya metode swab test PCR memiliki tingkat akurasi yang lebih tepat dibandingkan dengan rapid test.

Apabila metode tes yang dilakukan lebih akurat, penanganan pasien Covid-19 dan pemetaan kasus bisa dilakukan dengan cepat sehingga sebaran bisa ditekan.

Selain itu, kata Pandu, pada awalnya pemerintah sempat menganggap memakai masker tidak penting dilakukan.

Padahal, menurutnya masker merupakan alat pelindung yang ampuh untuk mencegah paparan droplet dari individu yang terinfeksi Covid-19.

Pada akhirnya, saat ini masyarakat masih banyak yang sulit beradaptasi untuk disiplin memakai masker.

Kedua kondisi di atas menurut Pandu mempengaruhi banyaknya penularan Covid-19 yang terjadi di masa normal baru.

Baca juga: Enam Bulan Pandemi dan Prediksi Puncak Covid-19 yang Meleset

"Sebab sebenarnya, jika masyarakat disiplin memakai masker, menerapkan protokol kesehatan dan didukung testing yang masif, angka positif bisa ditekan," tutur Pandu.

Namun, saat ini banyak masyarakat yang mulai lalai atau jenuh karena sejak awal pemerintah seakan tidak serius merespons pandemi Covid-19.

Pada saat ada kondisi tertentu yang menyebabkan mobilitas masyarakat seperti libur panjang, potensi penularan menjadi lebih besar dan menyebabkan lonjakan kasus konfirmasi positif.

"Jika begini, keinginan pemerintah untuk tetap mementingkan sisi kesehatan sambil memulihkan kondisi ekonomi pun lebih sulit," ujar Pandu.

Dirinya memperkirakan, tingginya penularan Covid-19 bisa terjadi hingga akhir 2020.

Bahkan menurut prediksinya, puncak pandemi Covid-19 di Indonesia bisa saja terjadi pada 2021.

Baca juga: Erick Thohir Prediksi 93 Juta Orang Dapat Bantuan Vaksin Covid-19 dari Pemerintah

Indikasinya, kata Pandu, hingga enam bulan pandemi berlangsung, belum ada tanda-tanda kasus Covid-19 mengalami penurunan.

"Bahkan akhir-akhir ini penambahan kasus justru melonjak. Sehingga strategi respons terhadap pandemi harus diubah," tutur Pandu.

Menurut Pandu, pemerintah semestinya kembali memprioritaskan penanganan pandemi.

"Sebaiknya secara konsisten melakukan testing, tracing dan isolasi. Tetap menekankan pentingnya perilaku pakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak," tambah Pandu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com