Meski menuai perdebatan dan kritik dari berbagai pihak, "pembahasan secara diam-diam" RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tetap berlanjut karena pimpinan DPR bersikukuh mendorong terbitnya RUU ini dan menyepakati dilanjutkan pembahasannya ke Badan Legislasi.
DPR dan pemerintah seolah memanfaatkan kelengahan masyarakat sipil. Padahal, RUU ini akan memiliki implikasi fundamental terhadap perubahan regulasi mulai dari penanaman modal, aturan pertanahan, perpajakan, kehutanan, hingga nasib buruh atau tenaga kerja nasional.
Ke depan, masyarakat juga harus bersiap-siap untuk dikejutkan lagi oleh kerja-kerja sulap DPR yang siap merevisi UU Bank Indonesia (BI) dan UU Mahkamah Konstitusi (MK), yang berpotensi memangkas independensi dan kewenangan lembaga-lembaga negara tersebut.
Pembahasan RUU yang tidak melibatkan masyarakat dan lembaga-lembaga terkait, hakekatnya cacat prosedur dan hampir pasti bertentangan dengan aspirasi masyarakat di akar rumput.
DPR adalah perwujudan kedaulatan rakyat. Sehingga, fungsi dan peran DPR harus mewakili dan merepresentasikan kepentingan rakyat, utamanya di tengah kesulitan rakyat saat ini.
Ditambah lagi, melihat perjuangan para petugas medis, menghadapi Covid-19, sesungguhnya ujian kenegarawanan dan sensitivitas elite politik di DPR sangat diuji pada masa saat ini.
Baca juga: JEO - Indonesia Menuju Resesi Pertama sejak 1998?
Untuk menghadapi fenomena ini, kekuatan civil society harus bangkit dan bersatu melawan praktik "sabotase politik legislasi" ini. Ke depan, perhatian dan konsentrasi pemerintah dan DPR sebaiknya difokuskan pada upaya penanganan pandemi dan tekanan ekonomi yang dampaknya semakin dirasakan masyarakat di akar rumput.
Gelombang pengangguran bermunculan. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan semakin meningkat tajam. DPR dan pemerintah seharusnya lebih sensitif dan fokus pada tugas utama tersebut.
Jangan menghabiskan energi untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan penyelamatan rakyat akibat ancaman pandemi dan tekanan ekonomi.
Untuk mengefektifkan upaya ini, kekuatan masyarakat sipil harus berkomunikasi dengan elemen kekuatan politik di parlemen yang memiliki kesadaran dan cara pandang yang sama.
Sejumlah partai politik yang belakangan ini mencoba untuk bersikap rasional, bisa menjadi alternatif yang baik untuk membangun kesepahaman.
Jika upaya ini tidak dilakukan, pembajakan otoritas atau kewenangan politik legislasi akan terus terjadi ke depan.
Jika tidak ada koreksi, perangkat-perangkat demokrasi berpotensi dikendalikan oleh jaringan kepentingan sempit untuk mengegolkan sejumlah aturan perundang-undangan yang menggadaikan kekayaan alam, marwah, dan kewibawaan bangsa dan negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.