"Karena Covid-19 ini tidak memilih siapa yang akan menjadi sasarannya. Ini penting, pembelajaran mengenai disiplin tadi," lanjut dia.
Pelibatan personel TNI-Polri di ruang masyarakat sipil pun ditentang.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) sempat meminta pemerintah membatalkan pelibatan TNI.
TAP MPR itu menyebut, peran sosial politik dalam dwifungsi ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Baca juga: Ditegur Pakai Celana Pendek, Oknum TNI Perlihatkan Pistol ke Petugas Covid-19
"Jadi pengembalian peran TNI dalam kegiatan-kegiatan di ranah sipil bertentangan dengan reformasi dan TAP MPR tersebut," kata Isnur, dikutip dari siaran pers, Senin (1/6/2020).
"Berdasarkan hal itu YLBHI meminta pemerintah menghapus dan membatalkan kebijakan dengan pendekatan keamanan untuk menangani Covid-19 termasuk rencana pelibatan TNI dalam new normal," lanjut dia.
Isnur mengakui, dalam UU TNI, disebutkan adanya operasi militer selain perang.
Tapi sangat jelas disyaratkan bahwa untuk melibatkan TNI dalam operasi militer selain perang harus melalui keputusan politik negara. Kepala Negara harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR.
Reformasi 1998 lalu, kata Isnur, merupakan tonggak ditinggalkannya Orde Baru. Salah satu ciri orde baru adalah pelibatan TNI dalam persoalan sosial dan politik.
Baca juga: Diserbu Oknum TNI, Pedagang di Sekitar Arundina Cibubur Trauma dan Merugi
Tidak hanya itu, menurut Isnur, alasan pemerintah memberlakukan new normal di beberapa wilayah karena daerah bersangkutan sudah siap menerapkannya.
Namun, pihaknya mempertanyakan mengapa harus ada pelibatan TNI dalam penanganannya.
"Langkah ini sekali lagi menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 ditangani dengan pendekatan keamanan," kata dia.
Menurut Isnur, penanganan Covid-19 harus dipandu dengan kebijakan kesehatan publik yang berbasis sains.
Dengan demikian, pelonggaran kekarantinaan kesehatan pun harus dilakukan berbasis data dan bukan sekedar keinginan penguasa saja.
Sementara itu, Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengkritik pelibatan TNI dalam penegakan hukum protokol kesehatan.
Baca juga: Warga Tutup Jalan dan Tolak Pemakaman Jenazah Suspek Covid-19, Camat hingga TNI Polisi Turun Tangan
"Terkait penerapan sanksi, TNI mestinya tidak berhadapan langsung dengan masyarakat," ujar Fahmi dalam keterangannya, Jumat (7/8/2020).
Fahmi menjelaskan, secara normatif, Inpres tersebut selaras dengan bentuk kegiatan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 7 Ayat (2) huruf b angka 9 dan 10, yaitu membantu tugas pemerintahan di daerah, serta membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam UU.