JAKARTA, KOMPAS.com - Situasi wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia sudah memasuki bulan keenam.
Selama periode itu, pemerintah mengeluarkan beragam kebijakan guna menanggulangi pandemi agar tak berkepanjangan.
Dari sederet kebijakan yang dikeluarkan, tak jarang ada yang mengundang polemik.
Salah satu keputusan kontroversi yang ditempuh pemerintah adalah dikerahkannya 340.000 prajurit TNI-Polri.
Baca juga: Urus SIKM, Oknum TNI Pamer Senjata Api ke Petugas Covid-19, Ini Cerita Lengkapnya
Pelibatan ratusan ribu prajurit TNI-Polri tersebut merupakan dalam rangka persiapan tatanan kehidupan baru atau new normal selama pandemi Covid-19.
Menurut Hadi, 340.000 personel TNI-Polri itu dikerahkan di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota yang sudah diputuskan.
Keempat provinsi yang dimaksud yakni, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Gorontalo. Ada 1.800 objek yang akan dijaga di empat provinsi tersebut.
Hadi menyebut, personel TNI-Polri akan memastikan masyarakat menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona Covid-19, yakni memakai masker dan menjaga jarak fisik.
Baca juga: Kemenhan Janji Cari Cara Tingkatkan Kesejahteraan TNI
Selain itu, kapasitas ruang publik atau tempat umum juga akan dibatasi.
"Misalnya mal yang kapasitasnya 1.000, kita batasi hanya 500," ucap Hadi.
Dengan kehadiran personel TNI-Polri di ruang publik, diharapkan masyarakat lebih tertib dan taat dalam mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona.
Dalam kesempatan yang berbeda, Panglima menyebut prajurit TNI-Polri akan berinteraksi secara humanis dengan masyarakat agar dapat berdisiplin terhadap protokol kesehatan saat penerapan new normal.
"Prajurit (TNI dan Polri) di lapangan berinteraksi secara humanis mengajak masyarakat untuk tetap bersama-sama menjaga protokol kesehatan tersebut sehingga masyarakat bisa beraktifitas, namun tetap aman dari Covid-19," ujar Hadi dalam keterangan tertulis, Minggu (7/5/2020).
Baca juga: 100 Dokter Gugur, Jokowi Minta Masyarakat Taat Protokol Kesehatan
Menurut Hadi, penerjunan prajurit TNI-Polri tersebut bertujuan untuk mengingatkan masyarakat pentingnya berdisiplin mengikuti protokol kesehatan.
"Untuk senantiasa mengajak dan mengingatkan masyarakat untuk berdisiplin menerapkan protokol kesehatan dan kenormalan baru," kata dia.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Idham Azis juga menyebut, berdisiplin mengikuti protokol kesehatan menjadi kunci utama bagi masyarakat untuk produktif dan tetap aman dari penyebaran Covid-19.
Selain itu, TNI dan Polri juga akan menambah pasukannya untuk turun di 138 kabupaten dan kota yang masuk ke dalam zona kuning penyebaran Covid-19.
"Saya bersama Bapak Panglima TNI mengimbau kepada masyarakat, ayo kita bersama mendisiplinkan diri agar kita terhindar dari Covid-19 ini," kata Idham.
Baca juga: 6 Bulan Virus Corona di Indonesia: Ancaman Masih Tinggi dan Kita yang Tak Boleh Kendur...
"Karena Covid-19 ini tidak memilih siapa yang akan menjadi sasarannya. Ini penting, pembelajaran mengenai disiplin tadi," lanjut dia.
Pelibatan personel TNI-Polri di ruang masyarakat sipil pun ditentang.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) sempat meminta pemerintah membatalkan pelibatan TNI.
TAP MPR itu menyebut, peran sosial politik dalam dwifungsi ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Baca juga: Ditegur Pakai Celana Pendek, Oknum TNI Perlihatkan Pistol ke Petugas Covid-19
"Jadi pengembalian peran TNI dalam kegiatan-kegiatan di ranah sipil bertentangan dengan reformasi dan TAP MPR tersebut," kata Isnur, dikutip dari siaran pers, Senin (1/6/2020).
"Berdasarkan hal itu YLBHI meminta pemerintah menghapus dan membatalkan kebijakan dengan pendekatan keamanan untuk menangani Covid-19 termasuk rencana pelibatan TNI dalam new normal," lanjut dia.
Isnur mengakui, dalam UU TNI, disebutkan adanya operasi militer selain perang.
Tapi sangat jelas disyaratkan bahwa untuk melibatkan TNI dalam operasi militer selain perang harus melalui keputusan politik negara. Kepala Negara harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR.
Reformasi 1998 lalu, kata Isnur, merupakan tonggak ditinggalkannya Orde Baru. Salah satu ciri orde baru adalah pelibatan TNI dalam persoalan sosial dan politik.
Baca juga: Diserbu Oknum TNI, Pedagang di Sekitar Arundina Cibubur Trauma dan Merugi
Tidak hanya itu, menurut Isnur, alasan pemerintah memberlakukan new normal di beberapa wilayah karena daerah bersangkutan sudah siap menerapkannya.
Namun, pihaknya mempertanyakan mengapa harus ada pelibatan TNI dalam penanganannya.
"Langkah ini sekali lagi menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 ditangani dengan pendekatan keamanan," kata dia.
Menurut Isnur, penanganan Covid-19 harus dipandu dengan kebijakan kesehatan publik yang berbasis sains.
Dengan demikian, pelonggaran kekarantinaan kesehatan pun harus dilakukan berbasis data dan bukan sekedar keinginan penguasa saja.
Sementara itu, Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengkritik pelibatan TNI dalam penegakan hukum protokol kesehatan.
Baca juga: Warga Tutup Jalan dan Tolak Pemakaman Jenazah Suspek Covid-19, Camat hingga TNI Polisi Turun Tangan
"Terkait penerapan sanksi, TNI mestinya tidak berhadapan langsung dengan masyarakat," ujar Fahmi dalam keterangannya, Jumat (7/8/2020).
Fahmi menjelaskan, secara normatif, Inpres tersebut selaras dengan bentuk kegiatan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 7 Ayat (2) huruf b angka 9 dan 10, yaitu membantu tugas pemerintahan di daerah, serta membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam UU.
Inpres tersebut harus dioperasionalisasi melalui pergub, perwal, maupun perbup.
Fahmi menuturkan, meski Inpres tersebut sudah memberi panduan terkait bentuk sanksi, namun Inpres itu tidak merumuskan secara rinci bagaimana penerapannya.
Sebab, gubernur, bupati dan wali kota hanya diminta melakukan koordinasi dengan TNI, Polri, kementerian dan lembaga terkait.
Baca juga: Perusakan di Ciracas akibat Hoaks, Perbaikan Literasi Anggota TNI-Polri Diperlukan
Karena itu, ia memandang bahwa hal itu akan berpotensi menimbulkan permasalahan.
Fahmi menjelaskan, Inpres tersebut menyebutkan bahwa tugas TNI dan Polri adalah melakukan pengawasan, patroli, dan pembinaan masyarakat.
Mengingat, pelaksanaannya akan diatur melalui pergub, perbup, dan perwali, maka isi peraturan tersebut mestinya tidak boleh melanggar prinsip hak asasi manusia (HAM).
"Masalahnya, bisakah dijamin pergub, perbup, perwal itu dapat mengatur secara rinci batasan ruang lingkup kewenangan TNI dalam pengawasan, pembinaan masyarakat dan penerapan sanksi?" kata Fahmi.
Panggung bagi TNI tak berhenti sampai di situ. Pada Selasa (4/8/2020), Presiden Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Dikutip dari salinan Inpres yang diunggah di situs resmi Setneg, Rabu (5/8/2020), lewat inpres itu, Presiden Jokowi memerintahkan seluruh gubernur, bupati/wali kota untuk menyusun dan menetapkan peraturan pencegahan Covid-19.
Peraturan yang dibuat masing-masing kepala daerah wajib memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan.
Sanksi berlaku bagi pelanggaran yang dilakukan perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum.
Sanksi dapat berupa teguran lisan atau teguran tertulis, kerja sosial, denda administratif, hingga penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.
Baca juga: Sinergi TNI-Polri Dinilai Masih Elitis
Subbid Pam dan Gakkum Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kolonel Aloysius Agung mengatakan, dalam Inpres tersebut, TNI hanya sebatas memberikan dukungan terkait penerapan protokol kesehatan.
Dukungan itu diberikan untuk pemerintah daerah dan Polri dan tanpa senjata.
"Kami hadir bersama-sama dengan institusi yang lain, instansi lain itu ada menunjukkan bahwa kita ini konsen, kita serius, pandemi ini enggak bisa kita anggap sesuai itu yang 'ah itu nanti sembuh sendiri'," kata Aloy di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (13/8/2020).
"Jangan bayangkan TNI turun, maka yang diturunkan alutsistanya," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.