Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 21/08/2020, 21:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendorong supaya pasal tentang penodaan agama di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan pasal penistaan agama di Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) dihapus.

Sebab, menurut YLBHI, pasal tersebut tidak jelas dan tak memenuhi asas legalitas hukum.

"Perlu ada penghapusan pasal penodaan agama di KUHP dan penistaan agama di Undang-Undang Ormas karena dia tidak memenuhi asas legalitas. Tidak jelas apa sih penodan agama, apa sih penistaan agama, tidak ada definisinya," kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati dalam diskusi virtual yang digelar Jumat (21/8/2020).

Baca juga: YLBHI: Sejumlah Remaja Dituding Lakukan Penodaan Agama karena Video TikTok

Asfina mengatakan, Pasal 156a KUHP kerap kali digunakan untuk menjerat terduga pelaku penodaan agama.

Padahal, pasal tersebut tidak menjelaskan definisi dari penodaan agama itu sendiri.

Hal yang sama juga terjadi pada pasal tentang penistaan agama di UU Ormas.

Oleh karena itu, menurut Asfina, pemrosesan kasus penodaan dan penistaan agama sangat dipengaruhi persepsi publik dan penegak hukum.

"Tidak ada definisi yang jelas sehingga penegakan hukum cenderung dipengaruhi oleh desakan massa atau publik," ujar Asfina.

"Bahkan bisa mempidanakan apa saja dan gangguan ketertiban masih menjadi alasan untuk menangkap atau memproses hukumnya (terduga pelaku penodaan atau penistaan agama)," ucap dia.

Tidak hanya itu, Asfina menyebut, proses hukum kasus penodaan agama kerap dilakukan karena viralnya peristiwa.

Meskipun unsur kesengajaan pelaku tak terpenuhi, proses hukum tetap dilanjutkan kepolisian demi memenuhi desakan publik.

Baca juga: YLBHI: Banyak Kasus Penodaan Agama yang Diproses karena Terlanjur Viral

Kasus penodaan agama juga kerap kali diproses tanpa adanya barang bukti.

Hal itu bisa dilihat dari kasus Meiliana yang mengeluhkan pengeras suara azan dari suatu masjid. 

Dalam kasus tersebut, yang dijadikan alat bukti adalah pengeras suara azan.

Padahal, pengeras suara azan tak ada kaitannya dengan perbuatan Meiliana.

"Misalnya kalau pemalsuan uang maka barang buktinya uang palsunya atau alat mencetak uang palsu itu. Dalam kasus Meliana barang buktinya adalah toa (pengeras suara) masjid, padahal toa masjid itu nggak ada kaitanya dengan perbuatannya Meliana," tutur Asfina.

Meski begitu, lanjut Asfina, pihaknya tak menutup mata bahwa negara bermaksud baik untuk melindungi umat dari perbuatan permusuhan dan kebencian berdasar agama.

Oleh karena itu, YLBHI mendorong agar pasal penodaan agama diubah menjadi pasal hate crime serta siar kebencian dan diskriminasi berbasis agama.

"Sehingga dia lebih tepat guna dan tidak mengkriminalisasi kebebasan beragama, berkeyakinan. Dan harapan kami masih ada dalam RUU KUHP," kata dia.

Adapun secara keseluruhan, YLBHI mencatat, selama Januari hingga Mei 2020,terjadi 38 kasus penodaan agama di Indonesia.

Ke-38 kasus itu tersebar di sejumlah provinsi, mayoritas di Sulawesi Selatan.

"Jadi ada daerah-daerah yang cukup menonjol yaitu Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Maluku Utara dan Jawa Barat. Kalau kita pelajari kasus-kasus sebelumnya, memang daerah ini selalu ada dan cukup banyak," kata Asfinawati.

Berdasarkan catatan YLBHI, dari 38 kasus, 6 di antaranya terjadi di Sulawesi Selatan. Kemudian, di Maluku Utara dan Jawa Timur masing-masing terjadi 5 kasus.

Baca juga: Catat 38 Kasus dalam 5 Bulan, YLBHI Minta Hapus Pasal Penodaan Agama

Lalu, di Jawa Barat dan Sumatera Utara masing-masing terjadi 4 kasus, sedangkan di Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, dan DKI Jakarta masing-masing ada 2 kasus.

Selanjutnya, di Bali, Gorontalo, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Papua, Riau, Sulawesi Utara, dan Sumatera Selatan terjadi 1 kasus.

Dari 38 kasus tersebut, pelaku 25 kasus sudah ditangkap. Dari jumlah tersebut, 11 kasusnya dalam proses penyelidikan, 10 kasus masuk proses penyidikan, 1 kasus disidangkan, dan sisanya tidak ditindaklanjuti.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 28 Maret Hari Memperingati Apa?

Tanggal 28 Maret Hari Memperingati Apa?

Nasional
Hadiri Buka Bersama Nasdem, PPP: Tak Ada Pembicaraan Koalisi, Baru Senyum-senyum

Hadiri Buka Bersama Nasdem, PPP: Tak Ada Pembicaraan Koalisi, Baru Senyum-senyum

Nasional
Dorong Koalisi Lain Segera Umumkan Capres-Cawapresnya, Nasdem: Biar Masyarakat Tahu

Dorong Koalisi Lain Segera Umumkan Capres-Cawapresnya, Nasdem: Biar Masyarakat Tahu

Nasional
Soal Peluang Terbentuknya Koalisi Besar, Ketum Golkar: Kita Tunggu Tanggal Mainnya

Soal Peluang Terbentuknya Koalisi Besar, Ketum Golkar: Kita Tunggu Tanggal Mainnya

Nasional
Nasdem Sebut Target Penentuan Cawapres Anies Juli 2023

Nasdem Sebut Target Penentuan Cawapres Anies Juli 2023

Nasional
PKS Terbuka Jika Ada Parpol Mau Gabung Koalisi, Sekjen: 'Welcome', Kapan Saja Kita Siap

PKS Terbuka Jika Ada Parpol Mau Gabung Koalisi, Sekjen: "Welcome", Kapan Saja Kita Siap

Nasional
Mahfud Jelaskan Potensi Kacaunya Kondisi Negara Jika Pemilu Ditunda

Mahfud Jelaskan Potensi Kacaunya Kondisi Negara Jika Pemilu Ditunda

Nasional
Jusuf Kalla Akui Setor Nama Cawapres untuk Anies Baswedan

Jusuf Kalla Akui Setor Nama Cawapres untuk Anies Baswedan

Nasional
Serahkan Penentuan Cawapres ke Anies, AHY: Beliau Paling Tahu, dan Menentukan Akhirnya

Serahkan Penentuan Cawapres ke Anies, AHY: Beliau Paling Tahu, dan Menentukan Akhirnya

Nasional
Mahfud: Jangan Main-main dengan Jadwal Pemilu, Mengundang Chaos Kalau Memaksakan Ditunda

Mahfud: Jangan Main-main dengan Jadwal Pemilu, Mengundang Chaos Kalau Memaksakan Ditunda

Nasional
Tunjukan Kedekatan dengan AHY, Anies: Insya Allah Kita Selalu Dekat di Hati

Tunjukan Kedekatan dengan AHY, Anies: Insya Allah Kita Selalu Dekat di Hati

Nasional
Ada Penolakan Timnas U20 Israel, BNPT: Yang Penting Tidak Memilih Jalan Kekerasan

Ada Penolakan Timnas U20 Israel, BNPT: Yang Penting Tidak Memilih Jalan Kekerasan

Nasional
Memasuki Usia Pensiun Sebagai Anggota Polri, Boy Rafli Amar: Masih Fokus BNPT Dulu

Memasuki Usia Pensiun Sebagai Anggota Polri, Boy Rafli Amar: Masih Fokus BNPT Dulu

Nasional
Ditanya Soal Wakil NU Sebagai Cawapres, Demokrat: Kita Sudah Percaya Anies

Ditanya Soal Wakil NU Sebagai Cawapres, Demokrat: Kita Sudah Percaya Anies

Nasional
Sukseskan Keketuaan ASEAN 2023, Kemenkominfo Siapkan Diseminasi dan Fasilitasi Jurnalis

Sukseskan Keketuaan ASEAN 2023, Kemenkominfo Siapkan Diseminasi dan Fasilitasi Jurnalis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke