JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat, selama Januari hingga Mei 2020 terjadi kasus dugaan penodaan agama yang menjerat sejumlah remaja usia 14 hingga 21 tahun.
Terduga pelaku umumnya dijerat dengan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45a Ayat (2) Undang-Undang ITE.
"Jadi sebagian besar penggunaan (UU) ITE (dalam kasus dugaan penodaan agama) (terduga pelakunya) di bawah 18 tahun, tapi yang di atas 18 tahun pun usianya ada yang masih di bawah 21 tahun," kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati dalam sebuah diskusi daring, Jumat (21/8/2020).
Baca juga: YLBHI: Hingga Mei 2020, Terjadi 38 Kasus Penodaan Agama, Mayoritas di Sulsel
"Dan mereka yang menjadi terdakwa karena penodaan agama di bawah 18 tahun itu ada yang usianya 14 tahun, 15 tahun dan 16 tahun," tuturnya.
Asfina mengatakan, para remaja ini dituding melakukan penodaan agama karena unggahan video mereka di media sosial seperti TikTok dan Facebook.
Menurut catatan YLBHI, dalam kurun waktu lima bulan, setidaknya enam remaja ditangkap karena membuat konten video mempelesetkan sebuah lagu.
Masih akibat video TikTok, sejumlah remaja berusia 19 tahun dituduh melakukan penodaan agama karena beribadah sambil berjoget.
Kemudian, akibat unggahan video Facebook, remaja usia 14, 15, dan 16 tahun ditangkap karena dianggap mempelesetkan doa.
"Penggunaan Undang-undang ITE ini membuat semakin mudanya usia tersangka," ujar Asfina.
Dengan catatan data tersebut, menurut Asfina, terlihat bahwa penggunaan UU ITE begitu mengerikan, utamanya dalam menjerat kasus dugaan penodaan agama. Sebab, korban yang berjatuhan banyak yang berasal dari kalangan remaja.
Baca juga: Catat 38 Kasus dalam 5 Bulan, YLBHI Minta Hapus Pasal Penodaan Agama
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan