JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan dengan suasana yang berbeda pada tahun ini.
Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, ruang sidang di Kompleks Parlemen, Jumat (14/8/2020), tak lagi terisi penuh oleh anggota DPR dan para tamu undangan lainnya.
Jumlah anggota DPR dan tamu yang hadir secara fisik dibatasi agar bisa menerapkan jaga jarak.
Lebih banyak anggota DPR dan para tamu yang menyaksikan acara tahunan tersebut secara virtual.
Baca juga: Jokowi Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,5 Persen, Ekonom: Terlalu Konservatif
Semua itu tak lain karena pandemi Covid-19. Pidato kenegaraan Presiden Jokowi pun tak jauh dari urusan penanganan pandemi. Berikut rangkumannya:
Di awal pidato, Presiden Jokowi langsung menyinggung soal banyaknya kursi kosong di ruang sidang tersebut.
"Semestinya, seluruh kursi di ruang sidang ini terisi penuh, tanpa ada satu kursi pun yang kosong. Semestinya, sejak dua minggu yang lalu, berbagai lomba dan kerumunan penuh kegembiraan, karnaval-karnaval perayaan peringatan hari kemerdekaan diadakan, menyelimuti suasana bulan kemerdekaan ke-75 tahun Indonesia merdeka," kata dia.
Namun, semua yang sudah direncanakan tersebut harus berubah total karena efek pandemi Covid-19. Meski demikian, Jokowi mengingatkan bahwa semua ini tidak boleh mengurangi rasa syukur dalam memperingati 75 tahun Indonesia Merdeka.
Presiden Jokowi menyebutkan, sebanyak 215 negara, tanpa terkecuali, sedang menghadapi masa sulit di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Antropolog: Pakai Baju Adat Sabu Raijua, Respek Jokowi Terhadap Budaya NTT
Mengutip WHO, sampai dengan tanggal 13 Agustus kemarin, terdapat lebih dari 20,4 juta kasus di seluruh dunia, dengan jumlah kematian di dunia sebanyak 744.000 jiwa.
"Semua negara, negara miskin, negara berkembang, termasuk negara-negara maju, semuanya sedang mengalami kemunduran karena terpapar Covid-19," kata dia.
Krisis perekonomian dunia juga terparah dalam sejarah. Pada kuartal pertama 2020, pertumbuhan ekonomi negara kita masih plus 2,97 persen, tetapi di kuartal kedua kita minus 5,32 persen.
Ekonomi negara-negara maju bahkan minus belasan persen, sampai minus 17-20 persen.
Namun, Presiden Jokowi justru menilai kemunduran banyak negara besar ini bisa menjadi peluang dan momentum bagi kita untuk mengejar ketertinggalan.
Baca juga: Memaknai Bajak Momentum Krisis dalam Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi
Ibarat komputer, Presiden Jokowi menyebut perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang. Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat, harus melakukan restart, harus melakukan rebooting.
"Dan semua negara mempunyai kesempatan men-setting ulang semua sistemnya," kata dia.
Presiden Jokowi menyambut hangat seruan para ulama, para pemuka agama, dan tokoh-tokoh budaya agar menjadikan momentum musibah pandemi ini sebagai sebuah kebangkitan baru. Kebangkitan untuk melakukan sebuah lompatan besar.
Ia menilai, inilah saatnya Indonesia membenahi diri secara fundamental, melakukan transformasi besar, menjalankan strategi besar.
Strategi besar di bidang ekonomi, hukum, pemerintahan, sosial, kebudayaan, termasuk kesehatan dan pendidikan.
Baca juga: IDI Apresiasi Ucapan Terima Kasih Jokowi kepada Tenaga Medis
"Jangan sia-siakan pelajaran yang diberikan oleh krisis. Jangan biarkan krisis membuahkan kemunduran. Justru, momentum krisis ini harus kita bajak untuk melakukan lompatan kemajuan," kata dia.
Presiden Jokowi lalu menjabarkan sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah untuk menangani krisis kesehatan.
Pertama, pemerintah mengevakuasi warga negara Indonesia dari wilayah pandemi Covid-19 di Tiongkok.
Lalu, pemerintah menyiapkan rumah sakit, rumah isolasi, obat- obatan, alat kesehatan, dan mendisiplinkan protokol kesehatan.
"Semuanya harus dilakukan secara cepat, dalam waktu yang sangat singkat," kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Baju Adat NTT yang Dipakai Jokowi Hanya Disiapkan 3 Hari
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.