Jika politik dinasti ini terus menguat, apalagi tidak diimbangi dengan kompetensi politik yang sehat tidak menutup kemungkinan akan melanggengkan oligarki dan pembusukan demokrasi.
Proses kandidasi partai yang instan dan tidak sehat dalam tahapan kepemimpinan menjadi persoalan serius.
Pada akhirnya, kandidasi ini seolah hanya seremoni belaka akibat kekuatan rujukan (reference power) yang begitu dominan.
Selain itu, hal ini juga akan berdampak pada investor ekonomi dan politik yang memainkan peran secara signifikan dalam kandidasi.
Pebisnis yang memiliki kepentingan bisa memberikan fasilitas seluas-luasnya pada calon kepala daerah.
Utang biaya politik ini harus berbalas konsensi atas pencalonannya. Fakta tersebut juga dapat berpotensi pada tingginya calon tunggal di pilkada.
Oleh karena itu, perlu adanya pembenahan dan evaluasi terhadap mekanisme kandidasi partai.
Pertama, merealisasikan mekanisme internal yang demokratis, transparan dan akuntabel.
Partai memiliki peluang menempatkan seluruh komponen mengikuti proses pencarian kandidat dengan mempersiapkan diri sejak dini.
Pengelolaan keanggotaan partai juga harus menjadi garapan yang serius.
Kedua, pentingnya desentralisasi kewenangan kepada partai di tingkat lokal untuk mengambil kebijakan terkait proses kendidasi.
Ini menjadi upaya untuk membangun demokratisasi di internal partai dan memutus rantai oligarki.
Ketiga, membangun sistem pengkaderan serta rekrutmen yang memadai oleh partai politik di tingkat lokal guna meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kader, termasuk juga memperdalam visi kepemimpinan dalam membangun daerah.
Dengan bekal yang cukup, ini juga bisa memudahkan partai untuk mengawal dan mengawasi kepemimpinannya apabila terpilih serta meyakinkan pemilih.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan