Salin Artikel

Pemilihan Kandidat dan Problem Serius dalam Pilkada

Tahapan tersebut adalah kandidasi yang membuat area-area publik disesaki oleh alat peraga sosialisasi, baik itu perseorangan maupun partai politik.

Merujuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum 5 Tahun 2020, semua nama kandidat akan mengerucut pada 4-6 September 2020.

Tidak ada yang berbeda dengan pilkada serentak sebelumnya, keterlibatan dari pasangan calon perseorangan di Pilkada 2020 juga masih minim.

Hal ini menandakan bahwa partai tetap menjadi penyangga utama bagi kandidat yang ikut berlaga di perhelatan elektoral.

Penentuan kandidat di tengah merabaknya wabah virus covid-19 tentu tidak mudah bagi partai politik, sehingga tak ayal baru bisa memastikannya mendekati batas masa pendaftaran pasangan calon.

Proses penentuan kandidat (kandidasi) ini menggambarkan bagaimana pengelolaan partai dalam implementasi demokrasi internal.

Potret dan dinamika tersebut setidaknya dapat dilihat dari ragam pemberitaan media masa.

Dalam tulisan Pippa Norris berjudul Recruitment (2016), kandidasi dimaknai sebagai proses bagaimana kandidat dipilih dari kandidat potensial yang mampu bersaing untuk mendapatkan jabatan publik.

Tentu, banyak orang yang berkehendak mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah (running for office). Meski tak semua memiliki modal memadai.

Sejatinya, kandidasi ini menjadi sarana pelembagaan politik di tubuh partai sebagai bagian dari tahapan kaderisasi.

Mekanisme kandidasi yang demokratis dengan mempertimbangkan kemampuan dan integritas calon harus benar-benar dijalankan oleh partai politik.

Pelibatan kader, distribusi dan alokasi kader ke sejumlah jabatan publik termasuk melalui pintu pilkada untuk menjadi pemimpin di daerah adalah sebuah keniscayaan.

Kandidasi juga dapat menyubambang pada penguatan proses konsolidasi demokrasi di Indonesia dengan munculnya calon kepala daerah yang mumpuni dan tranformasional.

Kuatnya oligarki

Namun, realitasnya, proses kandidasi yang sehat ini kerapkali dirusak oleh partai. Persaingan perebutan tiket di Pilkada 2020 telah dapat kita saksikan bersama di beberapa daerah.

Majunya anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dalam bursa pencalonan wali kota Solo menjadi perhatian semua pihak.

Selain Gibran, ada juga menantu Jokowi, yakni Bobby Nasution, juga didorong untuk mencalonkan diri di pemilihan wali kota Medan.

Proses ini memperlihatkan adanya oligarki di tubuh partai politik yang menyebabkan mekanisme kandidasi dan pencalonan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Seringkali kita saksikan partai-partai yang memiliki suara besar bahkan tidak mencalonkan kadernya untuk menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah.

Partai politik justru mengusung pejabat birokrasi dan pengusaha yang memiliki modal kuat.

Praktik sempurna oligarki politik seakan menutup akses kompetisi dari hulu ke hilir menyebabkan pilkada hanya sebagai permainan segelintir elite politik saja.

Secara bersamaan, dinasti politik juga terus membangun jejaring kekuasaannya dengan kuat agar tetap dapat mempertahankan kekuasaannya dalam tubuh partai baik di tingkat daerah. Sehingga, dapat dipastikan dinasti politik mampu menguasai dan mematikan demokrasi dalam partai politik.

Bahkan, hanya beberapa bulan saja memiliki kartu tanda anggota (KTA) partai seperti Gibran, sudah bisa mendapatkan tiket untuk mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah.

Penulis sendiri sempat mempertanyakan ketika Gibran bukan anak sulung presiden, apakah PDI-P akan tetap mencalonkan sebagai bakal pasangan calon wali kota Solo?

Atau, jika Bobby Nasution bukan menantu Jokowi, apakah akan tetap masuk dalam bursa pencalonan wali kota Medan?

Keikutsertaan anak dan menantu presiden dalam pilkada benar-benar memperlihatkan hadirnya politik dinasti dalam demokrasi.

Hal ini juga dinilai mencederai keadilan masyarakat. Sebab, bagaimanapun juga posisi Jokowi akan sangat berdampak pada elektabilitas anak atau menantunya yang mencalonkan, setidaknya calon tidak perlu bersusah payah untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat.

Loyalis Jokowi tentu saja akan memberikan dukungan secara penuh meski tidak ikut berkampanye.

Penulis melihat ketika ada dinasti politik akan menyebabkan ketidakadilan (unfairness) dalam kontestasi.

Studi Ernesto Dal Bo, Pedro Dal Bo, dan Jason Snyder (2007) tentang dinasti politik di Kongres Amerika Serikat menunjukkan ada korelasi antara dinasti politik dan kompetensi politik.

Semakin marak praktik politik dinasti akan berbanding lurus dengan kompetisi politik yang tidak sehat. Dinasti politik juga diyakini melahirkan oligarki kekuasaan.

Menurut Jeffrey Winters, salah seorang ilmuwan politik AS di Universitas Northwestern, oligarki muncul karena konsentrasi kekayaan yang ada sejak zaman kuno.

Jika politik dinasti ini terus menguat, apalagi tidak diimbangi dengan kompetensi politik yang sehat tidak menutup kemungkinan akan melanggengkan oligarki dan pembusukan demokrasi.

Persoalan serius

Proses kandidasi partai yang instan dan tidak sehat dalam tahapan kepemimpinan menjadi persoalan serius.

Pada akhirnya, kandidasi ini seolah hanya seremoni belaka akibat kekuatan rujukan (reference power) yang begitu dominan.

Selain itu, hal ini juga akan berdampak pada investor ekonomi dan politik yang memainkan peran secara signifikan dalam kandidasi.

Pebisnis yang memiliki kepentingan bisa memberikan fasilitas seluas-luasnya pada calon kepala daerah.

Utang biaya politik ini harus berbalas konsensi atas pencalonannya. Fakta tersebut juga dapat berpotensi pada tingginya calon tunggal di pilkada.

Oleh karena itu, perlu adanya pembenahan dan evaluasi terhadap mekanisme kandidasi partai.

Pertama, merealisasikan mekanisme internal yang demokratis, transparan dan akuntabel.

Partai memiliki peluang menempatkan seluruh komponen mengikuti proses pencarian kandidat dengan mempersiapkan diri sejak dini.

Pengelolaan keanggotaan partai juga harus menjadi garapan yang serius.

Kedua, pentingnya desentralisasi kewenangan kepada partai di tingkat lokal untuk mengambil kebijakan terkait proses kendidasi.

Ini menjadi upaya untuk membangun demokratisasi di internal partai dan memutus rantai oligarki.

Ketiga, membangun sistem pengkaderan serta rekrutmen yang memadai oleh partai politik di tingkat lokal guna meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kader, termasuk juga memperdalam visi kepemimpinan dalam membangun daerah.

Dengan bekal yang cukup, ini juga bisa memudahkan partai untuk mengawal dan mengawasi kepemimpinannya apabila terpilih serta meyakinkan pemilih.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/11/17004411/pemilihan-kandidat-dan-problem-serius-dalam-pilkada

Terkini Lainnya

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke