Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman: 2016 hingga 2019, Ada 397 Komisaris BUMN Rangkap Jabatan

Kompas.com - 04/08/2020, 15:58 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menemukan ada 397 komisaris terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN.

Angka tersebut untuk rentang tahun 2016-2019.

Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan, mereka yang merangkap jabatan ini juga terindikasi rangkap penghasilan.

"Hingga tahun 2019, ada 397 komisaris terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN," kata Alamsyah dalam konferensi pers daring, Selasa (4/8/2020).

Ia menuturkan, Ombudsman bersama KPK telah melakukan analisis terhadap data tersebut.

Alamsyah menjelaskan, mereka melakukan pendalaman atau profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal.

Baca juga: Erick Thohir Buka Suara Soal Adanya Komisaris BUMN yang Rangkap Jabatan

Hasilnya, sebagian dari komisaris yang rangkap jabatan itu berpotensi konflik kepentingan dan tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan penempatan.

"Berdasarkan jabatan, rekam jejak karier, dan pendidikan, ditemukan sebanyak 91 komisaris atau 32 persen berpotensi konflik kepentingan," terangnya.

"Sebanyak 138 komisaris atau 49 persen tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN di mana mereka ditempatkan," imbuh Alamsyah.

Selanjutnya, menurut Alamsyah, isu rangkap jabatan di BUMN atau anak perusahaan BUMN ini masih terus hidup.

Ombudsman mencatat, beberapa perkembangan terakhir yakni adanya komisaris yang berasal dari relawan politik, dominasi jajaran direksi dan komisaris dari bank BUMN tertentu, dan penempatan anggota TNI/Polri aktif.

Baca juga: Hunjaman Kritik Adian Napitupulu soal Pemilihan Direksi dan Komisaris BUMN

Kemudian, penempatan ASN aktif sebagai komisaris di anak perusahaan BUMN dan pengurus partai diangkat menjadi komisaris BUMN.

Alamsyah mengatakan, Ombudsman telah menyampaikan data-data yang mereka miliki kepada presiden. Ia berharap Ombudsman dapat segera membahasnya dengan Kementerian BUMN.

"Kami tidak ingin menelusuri siapa-siapa orangnya secara khusus, tapi semua ini akan kami dorong sebagai dasar untuk melakukan perbaikan sistem rekrutmen dan penempatan," kata Alamsyah.

Dalam surat yang mereka serahkan kepada presiden, ada empat kesimpulan yang dicatat Ombudsman terkait praktik rangkap jabatan komisaris BUMN.

Baca juga: Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Ombudsman Dorong Jokowi Terbitkan Perpres

Pertama, adanya benturan regulasi akibat batasan yang tidak tegas sehingga menyebabkan penafsiran yang berbeda dan cenderung meluas.

Kedua, pelanggaran terhadap regulasi yang secara eksplisit telah mengatur pelarangan rangkap jabatan (UU, PP, dan peraturan menteri).

Ketiga, adanya rangkap penghasilan yang tidak didasarkan prinsip imbalan atas beban tambahan yang wajar dan berbasis kinerja.

Keempat, sistem rekrutmen komisaris BUMN kurang transparan, kurang akuntabel, dan diskriminatif.

"Sampai saat ini tidak ada publikasi tentang laporan kinerja hasil evaluasi kinerja dari para komisaris ke publik. Bagaimana pun mereka diusulkan atau ditetapkan berdasarkan SK Menteri," ujar Alamsyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com