JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus mempertanyakan dilanjutkannya pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja dalam masa reses DPR oleh Badan Legislasi (Baleg).
Untuk diketahui, DPR sedang masuk dalam masa reses sejak 16 Juli 2020 lalu.
"DPR khususnya Baleg rutin mengadakan rapat pembahasan RUU Cipta Kerja. Pada reses yang sekarang hal yang sama masih terus berlangsung," ujar Lucius saat dihubungi, Kamis (23/7/2020).
"Pertanyaannya kenapa kegiatan pembahasan RUU ini tidak dilarang? Aturan mana di Tatib DPR yang mengecualikan pembahasan legislasi bisa terus dilanjutkan pada masa reses?" kata dia.
Baca juga: Ketua Komisi III Sebut RDP Terkait Djoko Tjandra Terganjal Izin Wakil Pimpinan DPR
Lucius membandingkan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III yang ditolak pimpinan DPR berdasarkan hasil Badan Musyawarah (Bamus) dengan alasan sedang reses.
Menurut dia, DPR tak konsisten menjalankan Tata Tertib DPR.
"Penolakan yang disampaikan oleh Pimpinan DPR tampak tidak konsisten jika mengacu ke Tata Tertib DPR," ujarnya.
Lucius menjelaskan, jika Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengacu pada Pasal 1 dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, khususnya aturan mengenai masa reses, alasan tersebut dapat diterima.
Baca juga: Audiensi dengan Pimpinan DPR, Perwakilan Buruh Ungkap Kekecewaan soal RUU Cipta Kerja
Aturan tersebut berbunyi "Masa reses merupakan masa di mana DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja".
Lucius mengatakan, Pasal 1 ini didukung Pasal 52 ayat 2 yang menyatakan, apabila dalam masa reses ada masalah menyangkut wewenang dan tugas DPR yang dianggap mendasar dan perlu segera diambil keputusan, pimpinan DPR secepatnya memanggil Badan Musyawarah untuk mengadakan rapat setelah mengadakan konsultasi dengan pimpinan Fraksi.
Menurut Lucius, tidak ada aturan dalam Tata Tertib DPR yang membedakan rapat pembahasan RUU dan rapat dalam fungsi pengawasan.
Oleh karenanya, ia menilai, aturan tatib yang dibuat DPR itu tidak konsisten.
"Yang langsung terlihat adalah betapa tidak konsistennya aturan Pasal 1 maupun pasal 52 diterapkan oleh DPR saat ini," ujarnya.
Baca juga: Sekjen MUI Nilai RUU Cipta Kerja Beri Kewenangan Berlebih ke Presiden
Lucius mengatakan, dari perbedaan perlakuan atas dua kegiatan DPR di masa reses tersebut.
Ia menilai, pimpinan DPR tebang pilih dalam memberikan izin untuk berkegiatan di masa reses.
"Kelihatan sekali ada tebang pilih dalam hal ijin pimpinan bagi DPR untuk berkegiatan di dalam kompleks DPR pada masa reses. Padahal Tatib tak pernah memberikan pengecualian hanya untuk pembahasan legislasi tetapi tidak untuk pelaksanaan fungsi pengawasan," ucapnya.
Lebih lanjut, Lucius menduga, penolakan izin RDP Komisi III sangat kuat karena isu buron Djoko Tjandra yang menjadi pokok pembahasan-pembahasannya.
"Sangat mungkin kemudahan Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia dengan status buron itu memang karena di-backing elite politik atau minimal punya hubungan dengan jejaring mafia politik baik yang di parlemen maupun di partai politik," kata dia.