Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andi Hartik
Wartawan

Wartawan, Tinggal di Malang, Jawa Timur | Kontributor Kompas.com | Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi di Universitas Brawijaya (UB)

Menjaga Nalar di Era Pasca-Kebenaran

Kompas.com - 18/07/2020, 14:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Google sebagai mesin pencarian menyediakan berbagai tools untuk menelusuri hoaks. Tidak hanya itu, banyak lembaga yang bergerak di bidang pemeriksa fakta untuk mengidentifikasi hoaks. Bahkan, perusahaan media massa (online) juga turun tangan menjawab tantangan itu dengan ikut melakukan pemeriksaan fakta.

Namun, persoalan hoaks atau kabar bohong tidak terhenti di situ dan tidak sesederhana itu. Apalagi ketika kebohongan itu terkait dengan motif politik dan ekonomi yang dikemas dengan teori konspirasi.

Merujuk pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat Tahun 2016 yang mengantarkan Donald Trump ke Gedung Putih, koreksi terhadap kabar bohong tidak mengonfirmasi pandangan individu terhadap informasi yang telah diterimanya. Bahkan cenderung mengafirmasi sikap yang telah ada pada diri individu tersebut.

PolitiFact, lembaga pemeriksa fakta independen mencatat, 70 persen pernyataan Donald Trump selama kampanye Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2016 palsu atau sebagian besar palsu.

Begitu juga dengan lawannya Hillary Clinton, meski tidak sebanyak Trump, setidaknya sebesar 26 persen dari seluruh pernyataannya masuk dalam kategori false atau mostly false.

Kebohongan demi kebohongan itu tidak lantas menyebabkan pilihan politik warga berubah sekalipun kebohongan itu telah dikoreksi. Kebohongan itu menjadi apa yang disebut sebagai fakta alternatif.

Di Indonesia, dua pasangan calon presiden dalam Pemilihan Presiden 2019, yakni Joko Widodo dan Parbowo Subianto juga kerap melontarkan data yang salah serta klaim yang tidak berdasar selama masa kampanye, terutama saat debat kandidat. Namun, pendukung yang mana yang mau peduli dengan itu.

Takaran dukungan yang besar telah menjadi kebenaran yang menyeluruh untuk kandidat yang didukungnya. Tapi itu sudah berlalu, keduanya kini sudah akur dalam satu kabinet pemerintahan.

Era Pasca-kebenaran

Fenomena hoaks yang kian meningkat dan semakin mengaburkan antara kebenaran dan kebohongan memunculkan istilah baru, yaitu post-truth. Istilah ini semakin banyak digunakan dan pada Tahun 2016 menuntun Kamus Oxford menominasikan kata post-truth atau pasca-kebenaran sebagai istilah tertentu.

Post-truth atau pasca-kebenaran merujuk pada keadaan dimana fakta-fakta obyektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dari pada emosi dan kepercayaan pribadi.

Munculnya era pasca-kebenaran ini bisa dilihat dari berbagai faktor. Di antaranya merosotnya modal sosial dan pergeseran nilai, ketimpangan yang menyebabkan polarisasi politik dan menurunnya kepercayaan kepada sains serta yang tidak kalah pentinnya adalah faktor evolusi lanskap media (Lewandowsky, Ecker dan Cook, 2017).

Faktor modal sosial dan pergeseran nilai merujuk pada faktor niatan baik, empati dan rasa saling percaya. Akibat merosotnya modal dan nilai sosial ini menyebabkan banyak orang yang dengan mudah bahkan tanpa pertimbangan memproduksi dan menyebarkan kebohongan.

Adapun polarisasi politik menyebabkan kehidupan masyarakat semakin terbelah ke dalam posisi yang berhadap-hadapan. Sementara, menurunnya kepercayaan kepada sains membuat individu semakin terhindar dari fakta objektif.

Evolusi lanskap media berperan dalam memunculkan era pasca-kebenaran karena fleksibilitas dan fraksinasi yang ditawarkannya memungkinkan seseorang berada dalam ruang gema atau echo chamber.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com