Media sosial juga andil dalam memunculkan era pasca-kebenaran karena sifatnya yang anonim sehingga meniadakan rasa kesopanan dan memudahkan provokasi dilakukan dengan kebencian, kemarahan dan ketakutan dengan mengaburkan fakta yang sebenarnya.
Dilihat dari perspektif retorika (Aristoteles, 385-323 SM), era pasca-kebenaran memungkinkan pathos atau faktor emosi lebih berpengaruh dari pada dua komponen lainnya, yaitu ethos atau karakter pembicara dan logos atau argumen logis yang merujuk pada fakta (Bruce McComiskey, 2017).
Oleh karenanya, kata tidak lagi harus merepresentasikan fakta untuk menjadi suatu kebenaran.
Memelihara nalar kritis
Lalu bagaimana supaya terhindar dari kebohongan-kebohongan atau hoaks-hoaks itu?
Bagaimanapun, kabar bohong bukan sekedar tentang bagaimana kebohongan itu dibuat dan disebarkan. Melainkan juga tentang bagaimana kebohongan itu diterima dan dicerna.
Pada konteks ini, dibutuhkan nalar kritis yang berbasis pada wawasan keilmuan atau pengetahuan.
Perpaduan antara nalar kritis dan wawasan keilmuan ini akan menyebabkan seseorang atau individu tidak mudah percaya dengan informasi yang diterimanya. Sekalipun, informasi itu dibingkai dengan logika yang masuk akal.
Cara mudah dan sederhana untuk menjaga nalar adalah disiplin verifikasi dengan cara berpengetahuan skeptis seperti yang selalu dilakukan wartawan saat menjalankan kerja liputan.
Menurut Kovach dan Rosenstiel (2010), di era banjir informasi, individu harus menjadi editor, penjaga pintu dan pengumpul informasi bagi dirinya sendiri. Sebab, arus informasi semakin deras melebihi derasnya berita yang disajikan oleh media massa yang sejauh ini berperan dalam menjadi penjaga pintu untuk pembacanya.
Kovach dan Rosenstiel (2010) menawarkan cara berpengetahuan skeptis dengan selalu menanyakan dan tahu bagaimana caranya menjawab sejumlah pertanyaan secara sistematis melalui disiplin verifikasi.
Sederhananya, kita tidak mudah mempercayai suatu informasi sebelum memeriksa dan memastikan bukti objektif yang ada pada informasi tersebut. Semoga kita terhindar dari bahaya “hidung panjang”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.