Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zulkifli Hasan: Pembahasan RUU HIP Rawan Lahirkan Krisis Ideologi

Kompas.com - 10/07/2020, 17:43 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan mengapresiasi sikap pemerintah yang menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Zulkifli mengatakan, jika pembahasan RUU HIP tetap dilakukan, bisa terjadi krisis ideologi pada masa pandemi ini.

Hal ini disampaikan Zulkifli saat menyampaikan pidato dalam acara Peluncuran Buku "Menghadang Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi" karya Saleh Daulay secara virtual, Jumat (10/7/2020).

"Kita bersyukur kemarin di DPR ada RUU HIP ya sudah cepat tanggap pemerintah menghentikan, karena kalau itu terus juga dibahas, bisa krisis kesehatan melahirkan krisis ekonomi bisa melahirkan krisis ideologi dan pada akhirnya krisis sosial," kata Zulkifli.

Baca juga: PDI-P: Pencopotan Rieke dari Pimpinan Baleg Bukan karena Polemik RUU HIP

Zulkifli mengatakan, ia sependapat dengan Presiden Jokowi bahwa pandemi Covid-19 ini tidak ringan karena menimbulkan krisis kesehatan dan ekonomi.

Namun, ia yakin, Indonesia dapat melewati berbagai persoalan yang timbul akibat wabah Covid-19.

"Saya sampaikan kepada pemerintah, orang Indonesia ini sederhana, asal perut kenyang seberat apapun jika kita bersatu, biasanya kita bisa atasi," ujar dia. 

Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR ini mengatakan, dalam pertemuan pimpinan MPR dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, ia berpesan kepada presiden agar kebutuhan pokok masyarakat terjamin selama wabah Covid-19.

"Kita bersatu bersama hadapi Covid-19 ini, dan percaya dan yakin kita bisa melewati semua itu," kata dia.

Baca juga: Sekjen PDI-P: Ada yang Belokkan RUU HIP ke Wacana Penggantian Pancasila

Diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 menjadi pedoman pemerintah dalam membuat suatu peraturan terkait ideologi, terutama larangan ajaran komunisme/marxisme.

Tap MPRS itu merupakan dasar hukum terkait pembubaran Partai Komunisme Indonesia dan larangan menyebarluaskan ajaran komunisme/marxisme.

Hal tersebut diungkapkannya sehubungan dengan keputusan pemerintah menunda Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

"Bagi pemerintah, TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, itu adalah satu pedoman kalau kita mau membuat peraturan," ujar Mahfud dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Selasa (7/7/2020).

Mahfud menyatakan, tidak adanya aturan tersebut dalam rancangan RUU HIP, maka pemerintah secara tegas akan menolak.

Baca juga: RUU HIP Dinilai Timbulkan Kontroversi, AHY: Demokrat Tegas Menolak

Di sisi lain, pemerintah sepakat dengan pendapat masyarakat agar tidak memberikan peluang dalam upaya menyusutkan keberadaan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.

"Secara prinsip, pemerintah sependapat dengan suara-suara organisasi keagamaan, suara masyarakat, bahwa tidak boleh ada peluang bagi upaya meminimalisir peran TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966," ucap Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com