Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdian Andi
Peneliti dan Dosen

Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) | Pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta

Pertaruhan Kualitas Pilkada 2020 di Masa Pandemi

Kompas.com - 25/06/2020, 19:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Seperti saat rapat kerja antara penyelenggara pemilu dengan DPR dan pemerintah (9/6/2020) mengajukan tambahan anggaran seperti KPU mengajukan tambahan Rp 4,7 triliun, Bawaslu mengajukan tambahan Rp 478 miliar, dan DKPP mengajukan tambahan sebesar Rp 39 miliar.

Mengenai anggaran pilkada ini juga dipengaruhi kemampuan fiskal di setiap daerah penyelenggara pilkada yang berbeda-beda. Kementerian Dalam Negeri melansir sebanyak 206 daerah dari 270 daerah yang menyatakan mampu pendanaan melalui skema APBD tanpa bantuan APBN.

Dalam rapat kerja DPR dan Pemerintah bersama penyelenggara, pemerintah berkomitmen untuk memberikan dukungan tambahan pendanaan pilkada tahap pertama (Juni) sebesar Rp 1,024 triliun.

Kedua, tantangan kualitas pelaksanaan pilkada di era pandemi. Indikator kualitas tidaknya pelaksanaan pilkada tentu yang utama tak lain pelaksanaan pilkada dilakukan secara demokratis yang di dalamnya terdapat sejumlah indikator penting yang tak bisa ditawar-tawar.

Di antaranya mengenai partisipasi masyarakat dalam pilkada 2020 ini. Persoalan partisipasi pemilih dalam pilkada di tengah pandemi merupakan tantangan serius bagi penyelenggara pemilu.

Baca juga: DPR Desak Pemerintah Segera Cairkan Tambahan Anggaran Pilkada 2020

Sebanyak 106 juta pemilih dalam penyelenggaraan pilkada di 270 daerah harus dipastikan partisipasinya dalam pilkada.

Meningkatkan partisipasi pemilih di situasi pandemi saat ini tentu bukan perkara mudah, apalagi hingga mampu menyamai persentase partisipasi pemilih seperti pilkada serentak 2018 lalu yang cukup tinggi yakni sebanyak 73,24 persen.

Penyelenggara pilkada harus memastikan keamanan dan keselamatan pemilih atas ancaman penularan Covid-19 pada saat melakukan pencoblosan menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan partisipasi pemilih di tengah pandemi.

Di samping itu, sosialisasi pelaksanaan pilkada semestinya lebih dimaksimalkan. Opsi mengurangi sosialisasi penyelenggaraan pilkada karena alasan pandemi merupakan opsi yang kontraproduktif mengingat ancaman rendahnya partisipasi masyarakat membayangi pilkada di musim pandemi ini.

Penyelenggara dituntut untuk melakukan terobosan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pilkada.

Di isu yang sama, penyampaian visi misi kandidat yang merupakan manifestasi dari program dan rencana kebijakan kandidat semestinya juga dibuat terobosan agar calon pemilih lebih mengenal dan menakar program kerja para calon.

Upaya ini, dalam semangat yang sama, untuk memastikan calon pemilih mengetahui program kerja yang diusung calon.

Masalah lainnya yakni peluang praktik politik uang (money politic) di tengah pandemi. Kondisi perekonomian masyarakat yang terdampak serius akibat pandemi Covid-19 ini dapat menjadi alasan bagi para kandidat untuk membagi-bagi uang, sembako dan sejenisnya atas nama bantuan sosial bagi masyarakat terdampak.

Oleh karennaya, di tengah kondisi pandemi ini, ruang praktik politik uang seolah menemukan momentumnya

Di samping itu, politisasi program jaring pengaman sosial (social safe net) yang digulirkan pemerintah dalam rangka bantuan atas dampak pandemi Covid-19 kepada masyarakat, juga rawan menjadi ruang politisasi bagi kandidat petahana (incumbent).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com