Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr M Subhan SD
Direktur PolEtik Strategic

Direktur PolEtik Strategic | Founder Mataangindonesia Social Initiative | msubhansd.com | mataanginsaguling.com

Peradaban Kita Pascapandemi, Belajar dari "Black Death"

Kompas.com - 22/06/2020, 12:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PELABUHAN Sisilia, Italia, di bulan Oktober 1347. Orang-orang berkumpul di dermaga. Mereka gembira menyambut 12 kapal yang bersandar setelah berlayar dari Laut Hitam.

Tiba-tiba dalam sekejap, kegembiraan berubah menjadi kengerian. Kerumunan orang-orang itu disuguhi kejutan mengerikan.

Di kapal itu, sebagian besar pelaut telah meninggal. Pelaut-pelaut yang masih hidup terkapar sakit parah. Kondisinya amat mengenaskan. Di tubuh mereka terdapat bisul hitam yang bernanah dan berdarah.

Seketika 12 kapal itu menjadi "kapal-kapal kematian". Penguasa setempat bergerak cepat memerintahkan armada "kapal-kapal kematian" itu keluar dari kawasan pelabuhan.

Meskipun sudah bertindak cepat tetapi sayangnya sudah terlambat. Kalah cepat dengan penularan penyakit tersebut.

Baca juga: Pala yang Mencegah Wabah Black Death | 800.000 Tulip di Jepang Terpaksa Dipotong

Hanya dalam sekejap, itulah awal petaka pun yang menghantui Eropa selama lima tahun kemudian. Itulah pandemi black death (kematian hitam).

Diperkirakan setidaknya sepertiga populasi Eropa atau sekitar 25 juta jiwa mati selama pandemi 1347-1351. Peradaban Eropa pun berhenti berdetak.

Dalam sejarah keruntuhan peradaban bangsa, Ian Morris, profesor sejarah Universitas Stanford dalam satu sesi di Forum Ekonomi Dunia 2016 mencatat kembali lima faktor yang saling kait-mengait: ledakan penduduk, perang, bencana dan kelaparan, pandemi penyakit, dan perubahan iklim.

Menurut Luke Kemp, peneliti Pusat Studi Risiko Eksistensial Universitas Cambridge, tidak ada faktor tunggal yang meruntuhkan peradaban (Are We on the Road to Civilisation Collapse?, BBC, 19 Februari 2019).

Selain faktor perubahan iklim, degradasi lingkungan, ketimpangan politik dan menguatnya oligarki, ada juga kejutan eksternal yang disebut "empat penunggang kuda", yakni perang, bencana alam, kelaparan, dan penyakit.

Kasus black death menunjukkan betapa wabah penyakit menjadi faktor kunci lenyapnya manusia bersama peradabannya.

Pasca Perang Dunia I (1914-1918) atau kurun 1918-1919, juga merebak pandemi flu spanyol (la grippe) yang menewaskan antar 40-50 juta penduduk dari sekitar 500 juta penduduk dunia yang terjangkit.

Eropa kehilangan banyak penduduknya. Paling mencolok adalah pandemi cocoliztli (mirip salmonella) yang memusnahkan bangsa Aztec di Meksiko. Dua kali wabah, tahun 1545-1548 dan 1576-1578, telah menewaskan sekitar 18 juta orang Aztec.

Baca juga: Jalan Tengah Menghadapi Pandemi Corona

Dalam rentang 1519-1619, penduduk Aztec tinggal 1 juta orang dari 25 juta orang. Aztec tak punya sumber daya manusia lagi untuk melawan Spanyol yang tidak hanya membawa pasukan dengan senjatanya tetapi juga penyakit tersebut.

Aztec pun punah. Maka, pandemi tidak dapat dipandang remeh terhadap keberlangsungan sebuah peradaban.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com