Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novel Baswedan: Saya Tak Yakin Kasus Terungkap, jika Presiden Tidak Turun Tangan

Kompas.com - 18/06/2020, 15:11 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkap alasannya meminta bantuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penanganan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.

Menurut dia, fakta pada kasus tersebut tidak akan terungkap jika Presiden tak turun tangan.

"Ini masalah sudah melibatkan orang yang begitu kuatnya, kalau tidak level presiden, saya enggak yakin bisa (terungkap)," kata Novel dalam acara Mata Najwa, Rabu (17/6/2020).

Baca juga: Hanya Mata yang Luka Terkena Air Keras, Begini Penjelasan Novel Baswedan

Novel kembali mendorong Presiden Joko Widodo membentuk tim pencari fakta (TPF) yang independen untuk mengusut kasus yang ia alami.

Ia mengatakan, pembentukan TPF independen itu merupakan bentuk Jokowi turun tangan dalam mengusut kasus penyerangan Novel, tanpa mengintervensi proses persidangan.

Selain itu, menurut Novel, presiden memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi ataupun mengkoreksi kinerja jajarannya. Oleh karena itu, Novel menilai wajar jika ia meminta bantuan presiden.

"Negara kita kan negaranya presidensial, artinya seluruh aparatur itu di bawah presiden, ketika melihat hal itu sangat relevan sebetulnya yang saya katakan," ungkapnya.

Sebelumnya, Novel mengatakan, persoalan penegakan hukum merupakan persoalan mendasar yang mesti diselesaikan oleh Presiden Joko Widodo.

Hal itu disampaikan Novel dalam video berjudul Sebuah Novel tanpa Judul, Edisi Novel Baswedan: Masa kecil hingga Misteri Penyiraman yang tayang di akun YouTube Feri Amsari, Minggu (15/6/2020).

"Agar presiden juga bertanggung jawab dan melakukan langkah-langkah untuk menghentikan ketidakbenaran sekaligus meluruskan hal-hal yang harus dibenahi, karena masalah hukum itu adalah masalah yang mendasar," kata Novel dikutip dari video tersebut, Senin (15/6/2020).

Baca juga: Saat Istana Diminta Tak Buang Badan Soal Ringannya Tuntutan Penyerang Novel Baswedan

Di media sosial, ada beberapa warganet yang menyebut Novel ada maksud lain dengan melibatkan presiden.

Mereka juga kerap memberikan komentar dengan mengungkap kembali kasus pencurian sarang burung walet yang pernah membelit Novel.

Perkembangan terakhir, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman satu tahun penjara.

Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.

Sementara, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.

Baca juga: Novel Kembali Dorong Jokowi Bentuk Tim Pencari Fakta Independen Kasusnya

 

Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

"Seperti kacang (lupa) pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ujar jaksa seperti dikutip dari Antara. Atas perbuatannya itu, Rahmat dan Ronny dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat (2) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com