Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Istana Diminta Tak Buang Badan Soal Ringannya Tuntutan Penyerang Novel Baswedan

Kompas.com - 18/06/2020, 09:11 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Istana akhirnya buka suara soal ringannya tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap pelaku penyiraman air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Kedua pelaku, yaitu Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dituntut masing-masing satu tahun penjara oleh JPU pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020) lalu.

Namun, sejumlah pihak justru menyesalkan tanggapan yang dilontarkan Istana.

Tanggapan tersebut disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral. Menurut dia, Presiden Joko Widodo tidak bisa mengintervensi proses persidangan yang tengah berjalan.

"Kita serahkan saja kepada prosedur yang ada, Presiden tidak internvensi," kata Donny saat dihubungi, Selasa (16/6/2020).

Demikian halnya bila nantinya vonis hakim dinilai kurang memberikan rasa keadilan oleh sejumlah pihak. Menurut dia, pihak Novel dapat mengajukan banding atas putusan tersebut.

"Sekali lagi kita serahkan pada prosedur yang ada. Apabila dirasa tidak puas, atau terlalu ringan, ya ajukan banding. Jadi saya kira gunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah itu," ujarnya.

Baca juga: Istana: Jokowi Tak Bisa Intervensi Sidang Penyerangan Novel Baswedan

Meski tak bisa intervensi, upaya yang bisa diberikan presiden, menurut Donny, hanya memberikan dorongan penguatan agar keadilan ditegakkan sehingga dapat memuaskan semua pihak.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan, selama ini tidak ada satu pun pihak yang meminta Presiden Jokowi untuk mengintervensi kasus Novel.

Presiden, imbuh dia, hanya diharapkan dapat memastikan agar proses hukum dapat berjalan dengan adil. Sebab, Polri dan kejaksaan merupakan dua institusi penegak hukum yang berada di bawah presiden.

"Jadi jangan presiden salah pahami, bahwa Istana bukan tidak boleh ikut campur Istana itu bukan mencampuri untuk mengubah fakta itu baru enggak boleh," kata Feri saat dihubungi Kompas.com.

Ia menambahkan, satu hal yang tidak boleh dicampuri oleh presiden yaitu mengubah fakta. Namun, dengan sikap yang ditunjukkan Istana melalui KSP, menunjukkan bahwa Istana kini tengah lari dari tanggung jawab atas perkara yang menimpa Novel.

Baca juga: Soal Kasus Novel Baswedan, Pusako: Yang Tak Boleh Dicampuri Presiden adalah Mengubah Fakta

Sekali pun, beberapa waktu lalu Presiden pernah menyampaikan agar pelaku penyiraman Novel agar ditindak tegas.

"Saya berpikir Istana sedang mencoba menghindar dari tanggung jawab pentingnya sebagai pusat atau episentrum kekuasaan," kata Feri.

"Kepolisian dan kejaksaan di tingkat ini kan saya lebih spesifik bicara kejaksaan. Nah, ketika dia menuntut rendah, sementara presiden berkata tindak tegas pelaku penyiraman, itu kan sudah sangat kontradiktif," imbuh dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com