Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Masyarakat Sipil Penolak UU Minerba Gelar Sidang Rakyat

Kompas.com - 29/05/2020, 22:20 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan Bersihkan Indonesia menggelar sidang rakyat untuk menggugat dan membatalkan UU Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba).

UU Minerba yang disahkan DPR pada 12 Mei lalu, dianggap hanya memberikan karpet merah kepada para pengusaha tambang tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat di wilayah pertambangan.

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, revisi UU Minerba tidak berangkat dari persoalan konkret yang selama ini ada di lapangan akibat aktivitas eksploitasi pertambangan.

Baca juga: Polemik Pengesahan RUU Minerba, Siapa yang Diuntungkan?

"Pemerintah dan DPR tidak mengatur klausul hak veto, atau hak mengatakan tidak bagi warga yang menolak tambang, bahkan tidak melibatkan masyarakat saat UU Minerba tersebut disahkan pada 12 Mei 2020," kata Merah dalam keterangan tertulis, Jumat (29/5/2020).

Merah mengatakan UU Minerba harus dibatalkan karena tidak mengakomodasi kepentingan rakyat.

Menurut dia, masyarakat terdampak di wilayah pertambangan tidak pernah diajak dalam pembahasan UU Minerba.

"UU Minerba yang baru harus dibatalkan karena tidak sejalan dan bahkan kontraproduktif dengan kepentingan rakyat dan hanya menguntungkan raksasa pertambangan batu bara," ucapnya.

Baca juga: UU Minerba Disahkan, YLBHI Anggap DPR Telah Khianati Konstitusi

"Ketika memutuskan, UU Minerba lebih layak kita sebut sebagai memo jaminan keselamatan terhadap para pengusaha, bukan keselamatan rakyat," tegas Merah.

Menurut Merah, sidang rakyat yang berlangsung hari ini diikuti lebih dari 2.000 orang, dari Sumatera hingga Papua.

Salah satu perwakilan gerakan Bersihkan Indonesia, Ahmad Ashov Birry, menyebut sidang ini merupakan salah satu upaya konsolidasi koalisi masyarakat sipil untuk mengajukan uji materi UU Minerba.

Menurut Ashov, sidang ini juga menjadi bentuk protes masyarakat yang selama ini peduli terhadap isu sosial, kesehatan, dan lingkungan yang terdampak atas pengesahan UU Minerba. 

Sidang rakyat gerakan Bersihkan Indonesia akan diselenggarakan selama tiga hari mendatang.

Baca juga: Tanda Tanya di Balik Ngototnya DPR Sahkan UU Minerba...

Ashov menjelaskan, sidang di hari kedua (30/5/2020) dan ketiga (31/5/2020) akan fokus pada penyampaian fakta-fakta yang dirasakan masyarakat terdampak pertambangan batu bara selama ini.

Kemudian, pada Senin (1/6/2020), mereka akan menggelar sidang paripurna.

"Sidang dapat diikut dan disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia melalui kanal YouTube Bersihkan Indonesia dan YLBHI. Selain itu, sidang juga dapat diakses melalui siaran langsung Facebook Bersihkan Indonesia, dan di 25 lembaga yang tergabung di dalamnya dan jejaring lebih luas," kata Ashov.

Beberapa lembaga yang ikut serta, yakni, Yayasan LBH Indonesia, Kanopi Bengkulu, Trend Asia, WALHI Kalimantan Selatan, JATAM, AURIGA Nusantara, ENTER Nusantara, KIARA, Sains Sajogyo Institut, dan ICW.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com