Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perppu 1/2020 Dinilai Mesti Dikoreksi karena Rawan Munculkan Korupsi

Kompas.com - 04/05/2020, 14:49 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil yang menamakan diri sebagai Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis (Giad) menilai, ada sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang bermasalah.

Pasal-pasal tersebut dianggap melegalkan praktik korupsi dan memberi imunitas kepada pemerintah dalam mengelola uang negara selama pandemi Covid-19.

Untuk itu, pemerintah diminta melakukan koreksi terhadap beberapa pasal dalam Perppu yang mengatur tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 ini.

Baca juga: Menurut Habiburokhman, Perppu 1/2020 Tak Lindungi Praktik Korupsi

"Perppu ini dianggap memberi kewenangan yang berlebih atau imunitas kepada pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara sehingga tidak dapat dikoreksi dan kebal hukum," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jerry Sumampouw, melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (4/5/2020).

"Giad memandang Perppu ini harus dikoreksi," lanjutnya.

Ada 3 pasal yang dianggap bermasalah.

Salah satunya, Pasal 27 Ayat (1), (2), dan (3) yang dinilai rawan terhadap praktik korupsi karena adanya imunitas pemangku kepentingan.

Pada Ayat (1) pasal tersebut dikatakan bahwa penanganan pandemi Covid-19 termasuk di dalamnya kebijakan bidang perpajakan, keuangan daerah, adalah bagian dari pemulihan ekonomi nasional, bukan merupakan kerugian negara,

Sementara pada Ayat (2) dan (3) disebutkan bahwa pejabat yang melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tidak dapat dituntut secara hukum.

Menurut Jerry, ayat (1) pasal tersebut menegaskan bahwa meskipun terjadi penyalahgunaan anggaran, selama keuangan negara digunakan untuk penanganan Covid-19, tidak dapat dikatakan hal itu merupakan pelanggaran.

Ini sama saja artinya dengan pelegalan korupsi.

"Hal ini sangat berbahaya bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kedaruratan tidak bisa dijadikan alasan pemakluman bagi korupsi," ujar Jerry.

Kemudian, sebagaimana bunyi Ayat (2) dan (3), meskipun ada pejabat yang merugikan negara, ia tidak dapat dijerat hukum.

Ini menunjukkan bahwa pemerintah atau pejabat pelaksana kebal hukum.

"Namun, mestinya ini tidak menutup kemungkinan jika kemudian hari ditemukan bukti-bukti tindak pidana korupsi, maka prosedur hukum harus tetap dilaksanakan," kata Jerry.

Pasal lain yang dinilai bermasalah yaitu Pasal 2 Ayat (1) huruf a yang menetapkan batasan defisit anggaran di atas 3 persen dari PDB tanpa adanya batas maksimal hingga tahun anggaran 2022.

Baca juga: PAN Akan Bahas Perppu Penanganan Covid-19 dan RUU Cipta Kerja di Rakernas

Kemudian, Pasal 3 Ayat (1) yang memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk melakukan realokasi dan refocusing penggunaan APBD.

Kewenangan tersebut dinilai rawan penyalahgunaan jika tidak mendapat pengawasan secara ketat.

"Pelaksanaan refocusing anggaran harus mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang transparan, akuntabel, efektif dan efisien," kata Jerry.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com