Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Hanya Tunda Klaster Ketenagakerjaan, KPA: Sangat Mengecewakan

Kompas.com - 30/04/2020, 06:20 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda klaster ketenagakerjaan dalam omnibus law RUU Cipta Kerja sangat mengecewakan.

Dewi memandang, baik pemerintah maupun DPR, menganggap permasalahan RUU Cipta Kerja hanya pada klaster per klaster.

Baca juga: Asosiasi Serikat Pekerja Minta Jokowi Cabut Seluruh RUU Cipta Kerja

"Keputusan penundaan yang hanya menunda klaster ketenagakerjaan sangat mengecewakan," ujar Dewi dalam diskusi online, Rabu (29/4/2020).

Menurut Dewi, permasalahan RUU Cipta Kerja sangat parsial karena klaster yang ada di dalamnya saling berhubungan satu sama lain.

Ia mengatakan, substansi RUU Cipta Kerja yang disodorkan pemerintah pada dasarnya memprioritaskan kepentingan investor terhadap sumber agraria, terutama tanah.

Baca juga: Guru Besar Hukum Tata Negara: Pembahasan RUU Cipta Kerja Harus Ditunda Seluruhnya

Dewi menuturkan, sifat pembangunan berbasis agraria adalah mengeruk ketersediaan tanah. Mulai dari sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, hingga pembangunan infrastruktur.

Dengan skema tersebut, otomatis akan berdampak besar terhadap kelompok masyarakat yang selama ini bergantung pada sumber agraria.

Di mana sumber agraria tidak hanya sebagai alat utama sumber produksi, tetapi juga ada unsur lain yang sangat mengikat.

"Sumber agraria harga diri petani, kemudian ada unsur kultural dan religi, mereka terikat pada sumber sumber tanah dan agraria itu," kata dia.

Baca juga: Kekhawatiran atas Minimnya Partisipasi Publik dalam Pembahasan RUU Cipta Kerja

Dia mengatakan, RUU Cipta Kerja juga hadir untuk memecah klaim pemerintah yang menganggap selama ini investor kesulitan memperoleh tanah.

Padahal, segelintir orang telah mengusai 68 persen aset nasional yang berbentuk tanah.

"Itu pun masih mengeluh mereka memperoleh tanah untuk proyek-proyek pembangunannya," tegas dia.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan, menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Hal ini untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah telah menyampaikan kepada DPR untuk menunda pembahasan tersebut.

Baca juga: Jokowi Tunda Klaster Ketenagakerjaan, Jadwal Pembahasan RUU Cipta Kerja Tak Berubah

"Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (24/4/2020).

Dengan penundaan tersebut, pemerintah bersama DPR memiliki waktu yang lebih banyak untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan.

"Hal ini juga untuk memberikan kesempatan kepada kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com