Kita berdiri di tubir jurang pilihan, antara tetap tegar menghadapi cobaan berat yang melanda seantero bumi, atau menyerah kalah dalam ketidakberdayaan. Itulah kondisi paradoks yang kita hadapi untuk menyambut zaman baru yang gilang gemilang.
Ketidaknyamanan pengurungan ini harus memperteguh kemanusiaan kita dalam mengambil keputusan mengubah kerangka berpikir.
Kita semua mesti menghidupkan segala daya demi melahirkan sebuah revolusi besar, lalu mengeluarkan kita dari sistem bobrok yang menghancurkan makhluk hidup, alam, memperbudak manusia, dan membekap jiwa kita saat ini.
Sebuah sistem gila yang dipaksakan oleh dunia modern yang sedang meringis dan mengancam.
Tujuan revolusi ini jelas, kita harus menghasilkan perubahan mengakar dalam cara hidup, berproduksi, mengonsumsi, bekerja, bermasyarakat, dan berhubungan dengan semesta raya.
Tanda-tanda ke arah itu kini sedang kita jalani, meski dengan berat hati.
Seluruh umat manusia terbangun dari kealpaan dan mulai dipererat oleh bencana. Lihatlah sekarang, mereka yang kaya dan miskin jadi setara dan sama lemahnya. Tingkat pencemaran udara-cahaya menurun drastis. Kota-kota bisa tidur dengan nyenyak. Konflik kemanusiaan dipaksa berhenti total. Setia kawan rasa baru berkembang secara tiba-tiba.
Tengok dan rasakanlah bagaimana kita dan keluarga menemukan kembali momen untuk saling berbicara, bertukar asa. Setiap orang juga mendapatkan lagi waktu yang selama ini hilang darinya untuk menilai kualitas diri sendiri.
Kaca benggala
Epidemi ini tidak berarti apa-apa bagi kita. Toh sudah sejak kita lahir ke dunia, selalu saja ada proses lahir-mati yang silih berganti.
Keyakinan kita merajut kembali harapan berbahagia baru terwujud jika mau mengambil keputusan dan ketegasan untuk kembali keluar rumah guna melibatkan diri dan berjuang sepanjang waktu dengan mengubah cara kita berada dan cara kita hidup.
Jika itu tidak segera disikapi, yang terjadi adalah kita akan terjebak sekali lagi pada ilusi moneter dunia yang akan memaksa manusia masuk dalam kehidupan abnormal, sejak pagi buta hingga dini hari, kita harus berlari tunggang langgang tanpa pangkal dan ujung.
Kita sebenarnya telah terpenjara dalam sebuah sistem masyarakat dan peradaban yang menjadi tidak berperasaan sama sekali. Sistem yang terus memperbudak kita untuk bekerja dan mengonsumsi, yang hanya sibuk membuat kita berfungsi seperti robot pesuruh dan menjadikan kita tetap menyala seperti baterai.
Tak ubahnya ternak yang disuruh membajak dan digemukkan, lantas dimasukkan ke kandang ketika tenaganya diistirahatkan untuk dapat bekerja kembali guna menjamin kenyamanan kasta super kaya yang menyita sebagian kekayaan alam kita untuk kepentingan semu mereka.
Anda yakin bahwa akhir masa pengurungan ini sama dengan kebebasan kita dari pemenjaraan? Apakah dengan keluar rumah lagi, kita akan terlepas dari penjara sebenarnya?
Terlalu naif bila memercayainya!