Ada pula Ita F Nadia dengan gerakan Solidaritas Pangan Jogja yang mampu mendorong partisipasi banyak pihak untuk bergotong royong menghidupkan delapan dapur umum di seputar DIY.
Ada pula Farha Cicik dari Jember yang menyelamati ibu-ibu pengangguran untuk menjahit serta berjualan masker dan kue.
Atau, Dewi Hutabarat yang melalui Koperasi Benih KOBETA berjuang menggalang dana dan mendistribusikan sembako ke kelompok masyarakat yg tidak terjamah bansos.
Sasaran bantuan komunitas Dewi bahkan menjangaku kalangan terkucilkan. Ada dari mereka adalah seniman jalanan, anak-anak punk, waria, dan kelompok disabilitas.
Aksi sosial ini sekaligus mengusung agenda menata jalur distribusi komoditas sembako untuk melawan mafia perdagangan yang kerap melambungkan harga demi keuntungan di luar kewajaran.
Ada banyak lagi perempuan yang memainkan peran penyelamatan komunitas secara luar biasa yang sepatutnya dilibatkan BNPB untuk mengefektifkan kerja BNPB.
Selain akan lebih inklusif, kerja BNPB akan pula lebih akurat karena perspektif lebih luas dengan pendekatan ini, misal terkait isu kelompok rentan kekerasan dan potensi konflik.
Para perempuan ini mewarisi jiwa petarung Kartini saat mengakali pingitan. Bukannya menjadi kerdil, mereka justru mengalami transformasi dari Perwati menjadi Dewi Durga dengan membuat gerakan sosial di masa pingitan pandemi.
Banyak kesaktian terpendam ditunjukkan di masa darurat, layaknya tangan-tangan yang mencerminkan multi-kecerdasan melampaui kekuatan otot dan tulang.
Sama seperti Kartini, mereka terdorong menyelesaikan masalah kebangsaan dan bekerja dengan kekuatan dan kelembutan penuh kasih sayang kepada semua orang. Tanpa pilih kasih.
Para Kartini masa pandemi ini adalah manusia merdeka karena berpikiran merdeka, berjiwa merdeka jauh di atas kepentingan pribadi.
Para Perempuan ini adalah satu dari dua sayap Garuda, warna merah dari bendera sang saka, serta rantai bulat dalam sila peri kemanusiaan Pancasila.
Mereka nyata berkontribusi bagi NKRI, menyelamatkan keluarga dan bangsa di setiap masa. Sayang saja kalau hanya dilihat sebelah mata.
Seperti kata Islam (dan Sukarno), perempuan adalah tiang keluarga, tiang bangsa, bahkan tiang dunia. Mereka CEO multitalenta, tetapi distigma sebaliknya.
Pengabaian terhadap kekuatan dan potensi perempuan hanya akan membawa kerugian pada bangsa. Tanpa mereka, kita menghilangkan kesempatan untuk lebih maju dan sejahtera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.