Maka, para perempuan aktivis mendapat tambahan beban advokasi akibat ekses pandemi terhadap ekonomi.
Baca juga: Relaksasi Kredit di Tengah Wabah Corona, Apa Betul Bikin Rileks?
Alhamdulillah, kita harus bersyukur pemerintah tidak memilih opsi lockdown karena dampaknya bisa jauh lebih buruk bagi perempuan dan anak.
Meski demikian, social dan physical distancing ternyata mendatangkan juga peluang bisnis melalui e-commerce. Itu cukup dilakukan melalui media sosial seperti Facebook dan layanan pesan WhatsApp.
Di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, misalnya, ada ibu Rimi Dewi mengeluh tetapi bahagia karena kecapekan melayani pesanan kue-kue yang melonjak luar biasa. Saya yakin banyak ibu yang mengalami berkah pandemi juga seperti ini di tempat lain.
Bencana juga membangkitkan rasa setia kawan dan solidaritas sehingga di masa pandemi ini masyarakat menggalang bantuan mendahului bansos negara.
Bantuan dari masyarakat sering lebih adil semata berdasar kebutuhan tanpa melihat KTP, status kontrak atau rumah sendiri, pendatang atau penduduk asli, tidak seperti kriteria pengurus RT/RW untuk warga mendapatkan bansos dari pemerintah.
Dalam suasana pingitan, tampaknya anak-anak remaja tidak kehilangan kegembiraan karena mereka bisa nge-game sepuasnya.
Bukan saja dengan teman sekelas, tetapi juga dengan teman-teman baru lintas negara. Anak-anak muda dan artis pun ramai-ramai menjadi Youtuber.
Interaksi antar ilmuwan melalui seminar nasional maupun internasional secara online justru menjadi marak dan semakin dapat diakses oleh publik.
Pandemi nyata memberi berkah luar biasa kepada pemilik-pemilik aplikasi-aplikasi seperti Zoom, Skype, Hangout, yang jelas melonjak trafik penggunaannya.
Pingitan saat pandemi berkaitan dengan penyelamatan nyawa manusia. Dalam konteks ini, para perempuan manajer (CEO) keluarga adalah penyelamat keberlanjutan hidup keluarga, masyarakat, bahkan bangsa atau spesies homo sapiens.
Saat ini, benteng pertahanan sekaligus senjata melumpuhkan penyebaran virus corona adalah tinggal di rumah. Kalau sudah di rumah, perempuan adalah pilar penyangga utama bagi setiap guliran aktivitas.
Agar peran penting perempuan tersebut maksimal kita perlu mendorong implementasi Peraturan Kepala (Perka) BNPB Nomor 13 Tahun 2014, tepatnya Pasal 17 dalam Bab V Bagian Kesatu yang membahas Tanggap Darurat Responsif Gender.
Pasal tersebut menyatakan, “Tanggap darurat responsive gender dilaksanakan dengan; a) melibatkan perempuan dan laki-laki secara aktif dalam menyusun rencana tanggap darurat; b) memastikan adanya perwakilan yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam tim kaji cepat; c) memprioritaskan kelompok rentan untuk menghindari kekerasan berbasis gender.”
Peran para perempuan dalam mengatasi situasi darurat ini sudah nyata. Alissa Wahid, misalnya, bersama KitaBisa mampu menggalang dana Rp 5 miliar lebih untuk aksi sosial.