Selanjutnya Pasal 16 yang dinilai memberikan wewenang tambahan kepada Bank Indonesia dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Menurut dia, pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek kepada bank sistemik dan pemberian likuiditas khusus kepada bank sistemik yang mengalami kesulitas likuiditas yang diatur di dalam pasal tersebut, dikhawatirkan mengulang sejarah kelam pemberian bailout seperti yang dilakukan pemerintahan sebelumnya.
"Ini kayak model BLBI dan Century akan terulang lagi. Di sini jelas bahwa BI dapat memberikan pinjaman prioritas jangka pendek, pembiayan segala macam ke bank sistemik, itu betul konsep yang disebut dengan BLBI dan Century," ungkapnya.
Baca juga: Din Syamsuddin, Sri Edi Swasono, dan Amien Rais Gugat Perppu Covid-19
Belum lagi wewenang BI dalam membeli Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Berharga Syariah Negara berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalah sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.
"Itu enggak boleh. Haram hukumnya. Itu memperluas betul wewenang BI," imbuh Yani.
4. Perluasan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Hal yang sama, kata dia, terjadi terhadap perluasan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diatur di dalam Pasal 23.
Di dalam pasal tersebut ada tiga wewenang tambahan yang diberikan kepada OJK yakni memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi.
Kemudian, menetapkan pengecualian bagi pihak tertentu dari kewajiban melakukan prinsip keterbukaan di bidang pasar modal dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.
Baca juga: PP Muhammadiyah Minta DPR Telaah Perppu Kebijakan Keuangan untuk Tangani Covid-19
Selanjutnya, menetapkan ketentuan mengenai pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat lain yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan wajib dilakukan oleh pelaku industri jasa keuangan.
"Ini juga berbahaya dalam rangka OJK. OJK itu mengawasi bagaimana praktek perbankan," ungkapnya.
5. Pasal superbody
Di tengah upaya pemberantasan korupsi, pemerintah justru dinilai ingin menerapkan pasal superbody yang memberikan imunitas dalam penggunaan anggaran.
Dalam Pasal 27 disebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program perekonomian nasioal dinilai sebagai bagian dari biaya ekonomi untuk menyelamatkan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
"Bagaimana belum dijalankan tapi sudah mendeclare tidak ada kerugian negara? Kalau sudah menyatakan tidak ada kerugian negara berarti sudah menutup wewenang BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dalam mengaudit dan memeriksa," kata Yani.