Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor yang Tak Pernah Dibahas Bersama Jokowi

Kompas.com - 07/04/2020, 06:48 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membebaskan narapidana kasus korupsi dengan dalih mencegah penularan Covid-19 akhirnya batal.

Presiden Joko Widodo memastikan, pemerintah hanya membebaskan narapidana umum yang telah memenuhi syarat dan tak akan membebaskan narapidana koruptor.

"Saya ingin sampaikan, napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. PP Nomor 99 Tahun 2012 tidak ada revisi untuk ini. Jadi pembebasan napi hanya untuk napi pidana umum," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui sambungan konferensi video, Senin (6/4/2020).

Baca juga: Pernyataan Jokowi soal Tak Ada Pembebasan Koruptor Dinilai Jadi Teguran bagi Yasonna

Jokowi mengatakan, pembebasan narapidana umum juga dilakukan negara-negara lain untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 .

Namun, pembebasan para narapidana umum juga disertai dengan syarat dan pengawasan dari pemerintah.

"Seperti negara lain di Iran membabaskan 95.000, di Brazil 34.000 napi. Negara-negara lain juga. Minggu lalu ada juga pembebasan napi karena memang lapas kita overkapasitas. Berisiko mempercepat penyebaran Covid-19 di lapas kita," lanjut Jokowi.

Baca juga: Yasonna Curhat Di-bully di Medsos: Bahasanya Kasar, Ampun Deh

Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerjasama Kemenkumham Bambang Wiyono mengatakan, dengan pernyataan Jokowi tersebut maka wacana membebaskan napi koruptor dihentikan.

"Pemerintah harus seirama, jika Menko Polhukam tidak ada rencana melakukan revisi terhadap ketentuan dimaksud, apalagi perintah Pak Presiden, maka Kemenkumham harus senada dengan keputusan tersebut," kata Bambang kepada Kompas.com.

Bambang menuturkan, wacana revisi PP tersebut juga masih perlu pertimbangan dan kajian yang mendalam.

"Jangan sampai apa yang diputuskan bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku serta akan menimbulkan polemik," ujar Bambang.

Baca juga: Yasonna Klarifikasi Usul Pembebasan Napi Korupsi, OC Kaligis dan Jero Wacik Tetap Berpeluang Bebas

Benahi Lapas

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi yang menegaskan tidak ada pembebasan narapidana kasus korupsi.

KPK mengapresiasi hal itu karena korupsi merupakan tindak pidana berbahaya dan dampaknya sangat merugikan masyarakat dan negara.

"KPK tentu mengapresiasi apa yang telah disampaikan oleh Pak Presiden ya terkait dengan tidak ada pembebasan napi koruptor pada saat pandemi corona ini," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Sebut Tak Ada Alasan bagi Yasonna Bebaskan Koruptor

Ali menuturkan, KPK mendorong Kemenkumham untuk membenahi pengelolaan lembaga pemasyarakatan, khususnya soal overkapasitas, sesuai rekomendasi hasil kajian KPK.

"Sehingga ke depan overkapasitas dapat diminimalisasi dan tentu pemetaan napi yang patut dibebaskan atau tidak itu akan lebih terukur," ujar Ali.

Secara terpisah, Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengungkapkan ada tiga rekomendasi KPK terkait masalah overkapasitas di Lapas.

Rekomendasi pertama adalah bekerja sama denyan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan mengoptimalkan peran Balai Lemasyarakatan melalui mekanisme diversi untuk kasus tindak pidana ringan dan pengguna narkotika.

Sebab, saat ini terdapat sekira 40.000 napi pengguna narkoba yang sangat mungkin untuk direhabilitasi dan bukan masuk ke lapas.

Baca juga: Jokowi Tegaskan Tak Bebaskan Koruptor di Tengah Pandemi Covid-19

Rekomendasi kedua adalah menyelesaikan masalah tahanan overstay. Sedangkan, rekomendasi ketiga adalah memberlakukan remisi berbasis sistem.

"Artinya, remisi diberikan secara otomatis melalui sistem dan bukan melalui permohonan, dengan catatan napi tidak memiliki kelakuan buruk," kata Ipi.

Ipi mengatakan, jika rekomendasi KPK tersebut dijalankan maka persoalan overkapasitas akan berkurang signifikan.

Jika rekomendasi mengeluarkan napi narkoba dan penyelesaian oversytay dijalankan, lanjut Ipi, sekurangnya 30 persen dari total 261.000 napi dapat dikurangi dari lapas.

"Mengeluarkan napi koruptor bukan solusi, karena jumlahnya hanya sekitar 5.000 napi," kata Ipi.

Baca juga: Patuhi Perintah Jokowi, Kemenkumham Batal Bebaskan Napi Koruptor

Teguran Keras

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pernyataan Jokowi yang menyatakan tak ada pembebasan koruptor harus menjadi teguran bagi Yasonna yang mewacanakan pembebasan itu.

"Pernyatan Presiden Joko Widodo layak untuk diapresiasi. Ini semestinya menjadi teguran keras bagi Menteri Hukum dan HAM untuk tidak lagi merencanakan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap koruptor," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Kompas.com.

Apalagi, lanjut Kurnia, wacana pembebasan koruptor itu muncul ketika Indonesia sedang menghadapai persoalan serius yakni merebaknya virus Corona.

Kurnia mengingatkan, bukan kali ini saja Yasonna mewacanakan kebijakan yang pro terhadap napi koruptor.

Baca juga: WP KPK Tolak Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor karena Mengurangi Efek Jera

ICW mencatat setidaknya delapan pernyataan Yasonna yang mengarah pada kebijakan untuk mengurangi masa hukuman napi koruptor sejak 2014 lalu.

"Caranya pun beragam, mulai dari revisi PP 99/2012 sampai pada revisi UU Pemasyarakatan," ujar Kurnia.

Oleh karena itu, ICW meminta Jokowi menghentikan pembahasan revisi UU Pemasyarakatan di DPR karena salah satu poin revisi UU tersebut akan mencabut PP 99 Tahun 2012.

"Sehingga sama saja, jika pembahasan itu berlanjut maka kebijakan pemerintah tetap menguntungkan pelaku korupsi," kata Kurnia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com