Ia menilai, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk cegah penyebaran wabah Covid-19 berpotensi gagal lantaran ada hal yang tak bisa dioperasionalkan pemerintah daerah dalam prosesnya.
Menurut Yusril, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tak menjelaskan secara rinci bagaimana pemda membatasi arus keluar-masuk orang dan barang sebagai salah satu bentuk PSBB.
Baca juga: Yusril Nilai Pemda Bisa Kesulitan Lakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar
Yusril menambahkan, PSBB baru efektif jika Polri dan TNI dilibatkan dalam menjaga arus keluar-masuk orang dan barang di suatu daerah.
Sedangkan, pemda tak memiliki kewenangan untuk menggerakkan TNI dan Polri.
"Apakah untuk efektivitas pembatasan mobilitas orang dan barang itu pemda setempat dapat meminta bantuan polisi atau malah TNI misalnya. Hal itu tidak diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 ini," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Rabu (1/4/2020).
"Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan juga tidak memberikan kewenangan kepada polisi untuk mengawasi keluar masuknya orang di daerah yang memberlakukan PSBB. Pemda hanya dapat mengerahkan Satpol PP yang berada di bawah Pemda," ujar dia.
Yusril mengatakan, polisi baru berwenang melakukan pengawasan keluar masuk orang dari suatu wilayah ke wilayah lain jika pemerintah pusat memutuskan untuk melaksanakan karantina wilayah sebagaimana diatur Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018.
Yusril pun menilai pemerintah tak mengambil opsi karantina wilayah sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan untuk mengatasi Covid-19 karena khawatir tak mampu menanggung kebutuhan masyarakat selama proses karantina berlangsung.
Baca juga: Soal Karantina Wilayah, Yusril Nilai Pemerintah Khawatir Tak Mampu Penuhi Kebutuhan Warga
Ia juga menduga saat ini pemerintah tidak memilih menerapkan karantina wilayah karena khawatir dengan masalah ekonomi.
Menurut Yusril, karantina wilayah hampir sama dengan lockdown yang dikenal di negara-negara lain seperti Malaysia dan Filipina.
Definisinya, yakni suatu daerah atau suatu kota dinyatakan tertutup sehingga orang tidak diizinkan keluar atau masuk ke daerah atau kota itu.
Dengan demikian, sesuai undang-undang, kewajiban menyediakan kebutuhan dasar masyarakat, seperti sembako, listrik, dan air bersih di daerah yang dikenakan karantina wilayah itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
"Bayangkan jika Jakarta saja dikenakan karantina wilayah maka pemerintah pusat harus menyediakan sembako buat sekitar 14 juta orang, entah untuk berapa lama," kata Yusril.
Baca juga: Yusril: Status Darurat Sipil Tak Relevan Digunakan Lawan Wabah Corona
Yusril menilai bahwa karantina yang dilakukan tanpa persiapan memang bisa berdampak negatif terhadap masyarakat. Dia kemudian mencontohkan India.
"Bisa-bisa kita seperti India. Lockdown yang dilakukan tanpa persiapan matang, bisa membuat rakyat kalang-kabut dan akhirnya kelaparan," kata dia.
Namun, menurut dia, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dipilih pemerintah untuk mengatasi penyebaran wabah Covid-19 juga berpotensi gagal.
Karenanya, jika wabah Covid-19 tak kunjung mereda, pemerintah tidak akan punya pilihan lain kecuali menerapkan karantina wilayah.
"Karena itu selama penerapan PSBB ini, saya sarankan Pemerintah bersiap menghadapi risiko terburuk kalau akhirnya tidak punya pilihan lain menghadapi wabah virus corona, kecuali memilih menerapkan karantina wilayah, jika pandemi ini ternyata tidak mampu dihadapi dengan PSBB," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.