Misalnya bus antar kota yang berkapasitas 40 orang, dibatasi hanya untuk 20 orang saja.
"Sehingga tentu harganya bisa melonjak," ucap Luhut.
Berisiko
Presiden Jokowi sebenarnya paham betul bahwa gelombang mudik lebaran amat berisiko membuat penyebaran virus corona penyebab Covid-19 semakin meluas.
Hal ini terlihat dari arahan yang disampaikan Jokowi saat membuka rapat terbatas membahas mengenai mudik pada Senin (30/3/2020) lalu, tiga hari sebelum keputusan tak melarang mudik diambil.
Baca juga: Bendung Arus Mudik, Jokowi Minta Daerah Tak Buat Aturan Sendiri-sendiri
Saat itu, Jokowi menyebut, gelombang mudik yang melibatkan pergerakan jutaan orang sangat berisiko membuat pandemi meluas.
Jokowi memberi gambaran saat mudik lebaran tahun 2019 lalu, terjadi pergerakan kurang lebih 19,5 juta orang ke seluruh wilayah Indonesia.
"Di tengah merebaknya pandemi covid-19, adanya mobilitas orang yang sebesar itu sanget beresiko memperluas penyebaran covid-19," kata Jokowi.
Oleh karena itu, Jokowi saat itu meminta ada langkah lebih tegas untuk mencegah masyarakat pulang ke kampung halamannya.
Baca juga: Tak Cukup Imbauan, Jokowi Minta Langkah Lebih Tegas untuk Cegah Warga Mudik
Menurut dia, imbauan-imbauan yang selama ini disampaikan para pejabat daerah dan tokoh belum cukup.
"Demi keselamatan bersama saya juga minta dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya pergerakan orang ke daerah," kata Jokowi.
Namun tiga hari kemudian, Jokowi justru mengambil keputusan yang bertolakbelakang.
Diterjemahkan berbeda
Keputusan Jokowi untuk tak melarang mudik ini pun sempat membuat dua pejabat Istana menyampaikan pernyataan yang berbeda ke media.
Awalnya, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengirim siaran pers yang menjelaskan bahwa Presiden membolehkan mudik.