JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam seleksi untuk jabatan deputi penindakan.
PPATK bisa menelusuri informasi terkait transaksi keuangan kandidat.
"Jika dibandingkan dengan seleksi sebelumnya pada tahun 2018 yang mana Firli Bahuri terpilih menjadi deputi penindakan, informasi mengenai tahapan dan calon disampaikan oleh KPK," ucap Peneliti ICW Wana Alamsyah melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (30/3/2020), seperti dikutip Antara.
Baca juga: Tujuh Polisi dan Empat Jaksa Berebut Posisi Deputi Penindakan KPK
Pada saat itu, kata Wana, KPK meminta bantuan PPATK dalam konteks menggali rekam jejak setiap calon.
Namun pada saat proses seleksi saat ini, PPATK tidak dilibatkan sama sekali.
Lebih lanjut, Wana menyatakan, posisi Deputi Penindakan KPK memiliki peran sentral dalam proses penanganan perkara korupsi.
"Apabila posisi tersebut diisi oleh orang yang tidak memiliki integritas dan kapasitas yang memadai, maka kepercayaan publik terhadap KPK akan semakin tergerus," tuturnya.
Poin penting lainnya, kata dia, adalah terkait masa depan independensi kelembagaan KPK.
Karena jika melihat data calon Deputi Penindakan KPK, mayoritas mereka berasal dari institusi penegak hukum.
"Jika pejabat penindakan KPK diisi oleh aparat penegak hukum saja, maka potensi konflik kepentingan akan terjadi, terutama ketika KPK mengusut perkara korupsi di institusi penegak hukum tersebut," ujar Wana.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan