Ketiga, sosialisasi, edukasi dan penyuluhan masif dengan memanfaatkan pelbagai wahana, termasuk teknologi digital yang terukur.
Bagi penulis, ketika pemerintah meliburkan 14 hari bagi sekolah misalnya, ternyata pada awal implementasinya, diterjemahkan lain oleh publik. Ada yang liburan tamasya. Padahal peliburan ini untuk mencegah penyebaran wabah, yang seharusnya berdiam di rumah.
Ini harus selalu didiseminasikan agar tidak salah kaprah.
Demikian pula partisipasi publik harus terus dibangun. Di publik, mulai korporasi, perguruan tinggi bahkan pemilik warung tegal, secara sangat menyentuh berbagi upaya untuk mengurangi beban sesama yang terdampak dari Covid-19.
Filantropi dari hati rupanya tumbuh mekar terkapitalisasi di saat krisis.
Keempat, pemerintah, media, masyarakat dan parlemen harus peka krisis. Jangan bising. Saling menyalahkan. Mencari celah kalkulasi modal politik. Sekarang adalah saatnya saling bahu membahu. Hentikan pertikaian.
Demikian pula bagi publik wajib patuh pada pelarangan aktivitas di luar.
Namun, sisi lain, pemerintah perlu memikirkan para pekerja yang tidak dapat bekerja di rumah. Termasuk parlemen baik di pusat maupun daerah harus mengerahkan segenap kapasitasnya untuk mendukung secara kritis semua kebijakan yang dapat menghentikan peredaran wabah Covid-19.
Ini ujian besar bagi semua. Kedewasaan berdemokrasi menjadi keniscayaan.
Kelima, jika pilihannya karantina wilayah, maka penegakan hukum harus tegas. Ini saatnya negara berwibawa. Termasuk pula memastikan lalu lintas hoaks dan informasi menyesatkan dapat segera ditindak. Sebab hal ini makin memperkeruh suasana.
Namun di sisi lain, semua tindakan harus terukur. Termasuk merawat publik untuk selalu optimistis, berpikir positif dan mengambil hikmah dari kasus ini.
Bagi penulis, jika Indonesia lolos dari Covid-19 maka kita memiliki benefit masa depan. Salah satunya modal sosial kedisiplinan dalam bernegara.
Negara yang dapat pulih dari Covid-19 dipastikan memperoleh pelajaran berharga soal kapan berdiskusi, kapan bertindak dan kapan ekstra patuh pada aturan.
Sekaligus hal ini juga menunjukkan kualitas ganda dari pemimpin dan rakyatnya. Pemimpin dan rakyatnya akan terlihat mutunya ketika diuji pada masa krisis.
Saatnya, tagline seperti: saya Pancasila, bersama kita bisa atau apa pun pamfletnya, diwujudkan secara nyata, bergotong royong dan terpadu. Manunggal pemerintah dan rakyatnya melawan pandemi Covid-19.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.