Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Desak Jokowi Cepat Merespons Penolakan atas RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 05/03/2020, 05:31 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Dedi Hardianto mendesak Presiden Joko Widodo segera merespon terkait masifnya penolakan dari kalangan buruh terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja.

"Maraknya aksi buruh yang menolak omnibus law khususnya klaster ketenagakerjaan yang terjadi di seluruh Indonesia, seharusnya pemerintah Jokowi cepat tanggap untuk merespon, bahwa ada persoalan dalam omnibus law cipta kerja," ujar Dedi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (4/3/2020).

Baca juga: Proses Perumusan Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dianggap Menyimpang

Dedi mengatakan klaster ketenagakerjaan yang masuk dalam paket penyederhanaan regulasi menjadi pokok fundamental bagi buruh.

Tawaran regulasi itu pun langsung direspon penolakan dari buruh.

Namun demikian, masifnya penolakan tersebut tak segera direspon Jokowi.

Menurut dia, Jokowi tidak ada upaya dan itikad baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut, bahkan terkesan melakukan pembiaran.

"Seharusnya Pemerintah jokowi cepat merespon dengan menarik omnibus law cipta kerja, kemudian melakukan kajian ulang terutama klaster ketenagakerjaan dengan melibatkan unsur Triparti sesuai aturan, jangan sampai terlambat sehingga dapat merugikan seluruh pihak," terang Dedi.

Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Langgar Hak Asasi Manusia

Dedi menyebut, dalam situasi seperti ini, pemerintah seharusnya tak mengedepankan egonya untuk tetap berambisi memenuhi aturan tersebut.

Sebab, terdapat prosedur yang salah dalam wacana aturan tersebut.

Setidaknya, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk melahirkan undang-undang. Antara lain manfaat, kepastian hukum, dan kesejahteraan.

Dia menilai, tiga syarat tersebut tak satu pun masuk dalam kriteria ombibus law tersebut.

Karena itu, pihaknya mendorong kalangan buruh untuk tetap konsisten melancarkan penolakan melalui aksi damai.

 

"Perjuangan kaum buruh hari ini adalah perjuangan anak bangsa dalam menjaga martabat kaum buruh dan keluarganya, kaum buruh butuh dukungan dari seluruh elemen masyarakat, jadi kaum buruh juga dapat melakukan aksi-aksi simpati," tegas Dedi.

Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Ini 5 Tuntutan Mahasiswa BEM SI

Setidaknya, ada sembilan alasan spesifik mengapa mereka menolak Omnibus Law Cipta Kerja.

Kesembilan alasan itu, yakni hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, penggunaan outsourcing yang bebas di semua jenis pekerjaan dan tak berbatas waktu.

Kemudian, jam kerja eksploitatif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dan PHK yang dipermudah.

Selain itu, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh khususnya kesehatan dan pensiun, serta sanksi pidana terhadap perusahaan yang dihilangkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com