JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupi menghentikan 36 perkara dugaan korupsi yang masih berada di tahap penyelidikan.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penghentian 36 kasus itu dilakukan secara hati-hati dan penuh pertimbangan.
"Selama proses penyelidikan dilakukan tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," kata Ali menjelaskan penghentian 36 kasus itu, Kamis (20/2/2020) kemarin.
Baca juga: KPK Hentikan Penyelidikan 36 Kasus Korupsi: dari Penegak Hukum, Petinggi BUMN hingga Legislator
Dari 39 perkara, menurut Ali, 9 di antaranya merupakan kasus yang sudah ditangani sejak lama, yakni sejak 2011, 2013, dan 2015.
Ali menegaskan, penghentian penyelidikan merupakan hal yang lumrah dilakukan. Ia menyebut, ada 162 penyelidikan yang dihentikan dalam lima tahun terakhir sejak 2016.
Menurut Ali, secara definisi, penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk menemukan suatu peristiwa pidana untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.
Apabila dalam tahap penyelidikan ditemukan peristiwa pidana dan bukti permulaan yang cukup, perkara yang diselidiki dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan.
"Dan, sebaliknya sebagai konsekuensi logis, jika tidak ditemukan hal tersebut maka perkara dihentikan penyelidikannya," kata Ali.
Tanpa menyebut secara spesifik, Ali membeberkan, kasus yang penyelidikannya dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR atau DPRD.
"36 perkara tadi, seperti yang saya sampaikan di awal, ini perkara-perkara yang melibatkan ada kementerian, BUMN, aparat penegak hukum, kemudian juga di lembaga-lembaga negara, DPR-DPRD," kata Ali.
Baca juga: ICW Khawatir Pimpinan KPK Lakukan Abuse of Power Terkait Penghentian Penyelidikan
Ali menyebut, daftar kasus yang penyelidikannya dihentikan tidak bisa diungkap ke publik karena termasuk dalam informasi yang dikeculaikan sebagaimana diatur oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Namun, Ali mengatakan, kasus-kasus yang menjadi perhatian publik seperti kasus Century, kasus Sumber Waras, hingga kasus dugaan suap dana divestasi Newmont yang menyeret eks Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang tidak termasuk dalam 36 kasus yang penyelidikannya dihentikan.
Ali juga mengatakan, dari 36 kasus tersebut, tidak ada yang merupakan pengembangan dari kasus besar seperti kasus e-KTP atau kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
"Pengembangan dari BLBI dan sebagainya, saya tadi membaca, saya kira tidak ada yang berkaitan dengan itu," ujar Ali.
Menurut dia, apabila ada masyarakat yang sempat melaporkan dugaan korupsi ke KPK, dapat menghubungi call-center KPK untuk mengetahui kelanjutan kasus yang diadukan.
"Pelapor itu boleh menanyakan langsung ke Pengaduan Masyarakat atau call center, sejauh mana pengaduannya itu ditindaklanjuti. Jadi pelapornya langsung yang menanyakan," kata Ali.
Baca juga: Anggota Komisi III Minta KPK Jelaskan soal Penghentian Penyelidikan 36 Kasus Dugaan Korupsi
Ali mengatakan, penghentian perkara di tahap penyelidikan juga menjadi bentuk keseriusan KPK dalam menangani perkara.
Sebab, penanganan perkara yang sudah masuk dalam tahap penyidikan dan penuntutan akan lebih sulit untuk dihentikan.
Dipertanyakan
Pihak Indonesia Corruption Watch mempertanyakan keputusan pimpinan KPK yang menghentikan penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi tersebut
Peneliti ICW Wana Alamsyah mengaku khawatir penghentian perkara ini merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri dan pimpinan lainnya.
"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara. Apalagi Ketua KPK merupakan polisi aktif sehingga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan pada saat menghentikan kasus tersebut terutama yang diduga melibatkan unsur penegak hukum," kata Wana dalam keterangan tertulis.
Sebab, kasus-kasus dugaan korupsi yang penyelidikannya dihentikan melibatkan sejumlah aktor penting seperti aparat penegak hukum, kepala daerah, hingga anggota legislatif.
Wana mengatakan, penghentian penyelidikan pun mestinya harus melalui proses gelar perkara yang melibatkan setiap unsur, mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum.
"Apabila ke-36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara?" kata Wana.
Baca juga: KPK Hentikan Penyelidikan 36 Kasus Dugaan Korupsi
ICW juga menilai, 36 kasus yang dihentikan oleh pimpinan KPK jumlahnya terlalu banyak. Sebab, berdasarkan catatan KPK, dalam lima tahun terakhir hanya ada 162 kasus yang penyelidikannya dihentikan.
"Maka artinya rata-rata kasus yang dihentikan setiap bulannya berkisar 2 kasus, tetapi sejak pimpinan baru dilantik (20 Desember 2019), sudah ada 36 kasus yang dihentikan atau sekitar 18 kasus per-bulannya," ujar Wana.
Wana pun membandingkan dengan belum adanya kasus yang benar-benar disidik oleh pimpinan era Firli.
Menurut Wana, kasus Bupati Sidoarjo dan komisioner KPU hanyalah warisan pimpinan sebelumnya.
"Dengan banyaknya jumlah perkara yang dihentikan oleh KPK pada proses penyelidikan, hal ini menguatkan dugaan publik bahwa kinerja penindakan KPK akan merosot tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya," kata Wana.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.