Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Informasi Harun Masiku, Tim Gabungan Sebut Yasonna Tak Bersalah

Kompas.com - 19/02/2020, 16:55 WIB
Ardito Ramadhan,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Gabungan bentukan Kementerian Hukum dan HAM menilai, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak bersalah dalam hal pemberian informasi mengenai keberadaan eks caleg PDI-P Harun Masiku.

Kepala Seksi Penyidikan dan Penindakan Kementerian Komunikasi dan Informatika Syofian Kurniawan mengatakan, Yasonna tidak salah karena informasi yang disampaikan ke publik didasari kepada data dari Pusat Data Keimigrasian.

Baru diketahui belakangan bahwa Pusat Data Keimigrasian juga telat mendapat data dari PC loket imigrasi di Terminal 2F Bandara Soekarno Hatta.

"Dapat disimpulkan bahwa informasi yang disampaikan oleh Bapak Menteri (Menkumham Yasonna Laoly) adalah informasi yang sebenarnya bersumber dari data SIMKIM pada Ditjen Imigrasi dan bukan pada data PC konter Terminal 2F Bandara Soetta," kata Syofian di Kantor Kemenkumham, Rabu (19/1/2020).

Baca juga: Selain Harun Masiku, Ada 120.000 Data Perlintasan yang Tidak Terdeteksi Imigrasi

Syofian menuturkan, data kedatangan Harun pada Selasa (7/1/2020) yang terdapat pada PC loket Terminal 2F memang tidak sinkron dengan data yang yang terdapat pada Pusat Data Keimigrasian (Pusdakim).

Alasannya, data yang terdapat pada PC loket tidak langsung dikirim ke server lokal dan server Pusdakim karena adanya kesalahan konfigurasi saat dilakukan upgrading sistem keimigrasian.

"Hal ini terjadi karena pihak vendor lupa dalam menyinkronkan atau menghubungkan data perlintasan pada PC konter Terminal 2F Bandara Soetta dengan server lokal Bandara Soetta dan seterusnya," ujar Syofian.

Syofian menambahkan, tim gabungan pun menyerahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk menindaklanjuti temuan tim gabungan termasuk menjatuhkan sanksi terhadap vendor tersebut.

Baca juga: ICW Sebut Ada Konflik Kepentingan Pimpinan KPK dalam Kasus Harun Masiku

"Tim gabungan hanya merekomendasikan berkenaan dengan perbaikan sistem terkait dengan sinkronisasi data, untuk berkenalan dengan sanksi itu menjadi lahan Pak Menteri," kata Syofian.

Diketahui, tim gabungan ini terdiri dari Kemenkumham, Kemenkominfo, Bareskrim Polri, dan Badan Sandi Siber Negara yang dibentuk untuk menginvestigasi penyebab informasi kedatangan Harun terlambat diketahui.

Harun Masiku adalah tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 yang turut menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Harun ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan uang kepada Wahyu Setiawan agar membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu.

Baca juga: Tim Gabungan Ungkap Penyebab Kedatangan Harun Masiku Lambat Dideteksi

KPK sendiri hingga kini belum mengetahui keberadaan Harun.

Harun disebut-sebut terbang ke Singapura pada Senin (6/1/2020) lalu, dua hari sebelum operasi tangkap tangan terhadap Wahyu dan tersangka lainnya.

Harun kemudian dikabarkan telah tiba kembali di Jakarta pada Selasa (7/1/2020), sehari setelahnya. Namun, hal ini dibantah oleh pihak Kemenkumham termasuk Menkumham Yasonna Laoly.

Kemenkumham baru mengakui Harun telah berada di Indonesia pada Rabu (22/1/2020). Pihak Imigrasi berdalih, kedatangan Harun terlambat diketahui karena ada kelambatan di Bandara Soekarno-Hatta sehingga informasi kedatangan Harun tak tercatat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com