Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Mohon Maaf, Pak Jokowi Penasihat Hukumnya Kurang...

Kompas.com - 17/02/2020, 17:23 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, penasihat hukum Presiden Joko Widodo tidak cukup ahli.

Hal ini dibuktikan dengan adanya sejumlah persoalan pada pasal-pasal dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Saya mohon maaf, menurut saya Pak Jokowi itu penasihat hukumnya kurang, ahli tata negaranya kurang sekali," kata Fahri usai sebuah diskusi di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2020).

Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja, Yasonna: Sekali Pukul Kita Revisi 70 Undang-undang

Menurut Fahri, ada sejumlah aturan dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang bertentangan dengan konstitusi.

Aturan itu misalnya, mengenai kewenangan presiden mencabut peraturan daerah (perda) yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya melalui peraturan presiden (perpres).

Atau, kewenangan pemerintah mengubah undang-undang melalui peraturan pemerintah (PP).

"Itu otomatis melanggar undang-undang, melanggar konstitusi. Enggak boleh itu," ujar Fahri.

Fahri mengatakan, dalam penyusunan sebuah undang-undang, seorang ahli hukum harus mau mendengarkan presiden. Sebaliknya, presiden pun harus mau mendengar ahli hukumnya.

Jangan sampai, presiden justru mengabaikan pendapat penasihatnya lantaran mendengarkan kepentingan-kepentingan pihak lain.

"Jangan Pak Jokowi nggak mau denger ahli hukum atau ada ahli hukum yang nggak mau didenger oleh Pak Jokowi, di sebelahnya ada pedagang yang didenger oleh Pak Jokowi, kalah ahli hukumnya," kata Fahri.

Fahri menambahkan, dirinya sudah berkali-kali memberikan masukan ke pemerintah supaya presiden didampingi penasihat hukum yang terbaik.

Jika tidak, kelak ketika masa jabatan presiden habis, ia akan meninggalkan rekam jejak yang buruk di bidang hukum.

Untuk diketahui, RUUOmnibus Law Cipta Kerja memberikan kewenangan Presiden mencabut peraturan daerah (Perda) yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Hal itu termaktub pada Pasal 251 di draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang menggantikan Pasal 251 dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Demikian bunyi pasal 251.

Baca juga: RUU Cipta Kerja, Fungsi Legislatif DPR Dinilai Terancam Hilang

Selain itu, dalam Pasal 170 ayat 1 BAB XIII RUU Omnibus Cipta Kerja, Presiden memiliki kewenangan mencabut UU melalui PP dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja.

Pasal itu berbunyi, "Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini,".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com