JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengatakan, proses penyusunan draf omnibus law yang tertutup merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap konstitusi.
Anam mengingatkan, konstitusi negara mengatur soal keterbukaan dan partisipasi masyarakat dalam menyusun Undang-undang (UU).
"Dalam konteks negara kita yang diatur dalam konstitusi ada (asas) keterbukaan dan partisipasi, maka ini pelanggaran serius terhadap konstitusi," ujar Anam di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Baca juga: Ombudsman: Jangan Bikin Aturan yang Picu Demonstrasi
Anam mencontohkan aturan pada pasal 28 F UUD 1945 tentang hak untuk mendapat keterbukaan informasi.
Kemudian ia menyoroti berbagai argumentasi pemerintah yang enggan membuka informasi soal omnibus law.
"Misalnya, bahwa ini masih draf, nanti saja di DPR, menurut saya itu tidak akuntabel prosesnya. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak," tegasnya.
Anam pun mengingatkan bahwa tata kelola negara harus dilakukan secara bersama-sama.
Ia meyakini, jika sejak awal prosesnya terbuka dan partisipatif, maka hasil akhir di DPR akan bagus.
"Tapi kalau di sini sejak awal sudah tertutup dan akuntabilitasnya tidak ada, ya ini juga akan sudah prosesnya," lanjut dia.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Omnibus Law Draf Gelap, Ini Sebabnya...
Merujuk perkembangan situasi yang ada soal pembahasan draf omnibus law, Komnas HAM menyatakan tetap terus melakukan pengawalan.
Salah satu caranya yakni menggelar diskusi publik secara mingguan perihal omnibus law ini.
Jika saat ini Komnas-HAM masih menyoroti proses, maka tidak menutup kemungkinan pada diskusi selanjutnya akan dibahas substansi dari omnibus law.
"Misalnya bagaimana tata kelola agraria, hutan, perburuhan, UMKM, mencegah pengelolaan agar tidak terjadi kekerasan. Baik omnibus law cipta lapangan kerja maupun lainnya (perpajakan)," tambah Anam.
Baca juga: Ombudsman: Anggota Satgas Diminta Rahasiakan Draf Omnibus Law
Anam juga mengungkapkan hingga saat ini, Komnas HAM belum bisa mengakses draf resmi omnibus law.
Padahal, pihaknya berkonsentrasi untuk meneliti substansi atas poin-poin yang ada dalam draf itu.
Untuk sementara ini, kata dia, Komnas HAM baru bisa mengakses draf omnibus law yang tersebar di media sosial.
"Akan tetapi kan disebut (oleh pemerintah) bahwa draf yang beredar di medsos itu bukan yang resmi," tuturnya.
Baca juga: Ombudsman Mengaku Ditolak Kemenko Perekonomian Saat Minta Informasi soal Omnibus Law
Wacana penerbitan omnibus law atau penyederhanaan regulasi yang terdiri atas Omnibus Law RUU Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja muncul ketika Jokowi melakukan Pidato Kenegaraan dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024 di Sidang Paripurna MPR RI di Jakarta, Minggu (20/10/2020).
"Kita tidak boleh terjebak pada regulasi yang kaku, yang formalitas, yang ruwet, yang rumit, yang basa-basi, yang justru menyibukkan, yang meruwetkan masyarakat, dan pelaku usaha. Ini harus kita hentikan,” ucap Jokowi saat itu.
Baca juga: Jokowi Targetkan Omnibus Law 100 Hari, Ketua DPR: Jangan Terburu-buru
Jokowi pun berharap DPR RI bisa merampungkan pembahasan RUU Omnibus Law tentang Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja dalam waktu 100 hari kerja sejak draf aturan itu diserahkan oleh pemerintah.
Jokowi mengatakan, akan sangat mengapresiasi apabila para wakil rakyat dapat memenuhi harapannya itu.
"Kita harapkan dan sudah saya sampaikan pada DPR, mohon agar ini diselesaikan maksimal 100 hari," kata Jokowi saat menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
"Saya akan angkat jempol, dua jempol kalau DPR selesaikan ini dalam 100 hari," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.