JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis yang menamakan diri Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus law yang tengah disusun oleh pemerintah dan DPR.
Perwakilan FRI Citra Referandum mengungkapkan, setidaknya ada 12 alasan yang menyebabkan pihaknya menolak RUU tersebut.
"Pertama, RUU Omnibus Law dinilai melegitimasi investasi perusak lingkungan, mengabaikan investasi rakyat dan masyarakat adat yang dinilai lebih ramah lingkungan," ujar Citra di Kantor LBH Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Baca juga: Baleg Minta RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Tak Hanya untuk Atasi Pengangguran
Kedua, penyusunan RUU dinilai cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup tanpa partisipasi masyarakat sipil dan mendaur ulang pasal inkonstitusional.
Ketiga, Satgas Omnibus Law yang menyusun naskah akademiknya bersifat elitis dan tidak mengakomodasi masyarakat yang terdampak keberadaan RUU Omnibus Law.
"Omnibus Law digawangi oleh 138 orang yang komposisinya mayoritas diisi oleh pihak pemerintah dan pengusaha," kata Citra.
Keempat, terdapat sentralisme kewenangan apabila RUU Omnibus Law disahkan. Kebijakan menjadi ditarik ke pemerintah pusat dan hal itu dinilai mencederai semangat reformasi.
Kelima, celah korupsi dapat melebar akibat mekanisme pengawasan yang dipersempit dan penghilangan hak gugat oleh rakyat.
Keenam, perampasan dan penghancuran ruang hidup rakyat.
Baca juga: Jokowi Teken Surpres Omnibus Law Perpajakan
Ketujuh, percepatan krisis lingkungan hidup akibat investasi yang meningkatkan pencemaran lingkungan, bencana ekologis dan kerusakan lingkungan.
"Berikut beberapa ketentuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang akan diubah RUU (Omnibus Law) Cilaka (Cipta Lapangan Kerja), berkurangnya instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dihapuskannya izin lingkungan, dihapuskannya sanksi pidana untuk pelanggaran administrasi, dan dibatasinya pelibatan masyarakat," papar dia.
Kedelapan, menerapkan perbudakan modern lewat sistem fleksibilitas tenaga kerja berupa legalisasi upah di bawah standar minimum, upah per jam dan perluasan kerja kontrak outsourcing.
Kesembilan, potensi PHK massal dan memburuknya kondisi kerja.
Kesepulu, membuat orientasi sistem pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja murah.
Baca juga: Fraksi Rakyat Indonesia Nilai Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Berwatak Kolonial
Kesebelas, RUU Omnibus Law diyakini dapat memiskinkan petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan dan anak, difabel, dan kelompok minoritas keyakinan, gender dan seksual.
Terakhir, bakal terjadi kriminalisasi, represi dan kekerasan negara terhadap rakyat, sementara negara memberikan kekebalan dan keistimewaan hukum kepada para pengusaha.
"Aturan dalam Omnibus Law secara eksklusif memang dibuat untuk lebih mengutamakan posisi investor atau korporasi ketimbang perlindungan terhadap hak demokrasi dan konstitusional rakyatnya," ujar Citra.
"Amanah konstitusi untuk melindungi dan menyejahterakan rakyat dikesampingkan begitu saja dengan dalih mendatangkan investasi," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.