JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi masyarakat yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menolak keberadaan revisi undang-undang dengan sistem omnibus law.
Alasannya, pembahasan omnibus law terkesan tertutup, tidak demokratis dan hanya melibatkan pengusaha.
"Tidak ada pelibatan stakeholder, tidak ada keterbukaan. Itu kenapa yang menjadi dasar penolakan," kata perwakilan FRI, Nining Elitos di Kantor LBH Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Nining juga menilai omnibus law khususnya RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) tidak berpihak pada rakyat.
Baca juga: Baleg Minta RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Tak Hanya untuk Atasi Pengangguran
Menurutnya, konsep ketenagakerjaan dalam RUU tersebut mirip seperti kondisi perburuhan zaman kolonial.
Dia menjelaskan, pada masa kolonial ada peraturan yang memperbolehkan pengusaha mempekerjakan kuli tembakau dengan upah murah.
Para buruh juga diancam hukuman kerja paksa sementara pengusaha yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi denda ringan.
"Konsep sistem ketenagakerjaan dalam RUU Cilaka mirip kondisi perburuhan pada masa kolonial Hindia Belanda," ujar Nining.
Baca juga: Baleg: 2 Bulan Pun Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Bisa Selesai, asal...
"Kalau dilihat dari konsepnya (omnibus law) hanya bagaimana mereka bekerja tapi tidak dilihat aspek kemananan bekerjannya," ungkapnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian memastikan RUU Cipta Lapangan Kerja dalam bentuk omnibus law masih dalam tahap penyelesaian.
Sekretaris Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan saat ini beredar di masyarakat bocoran draf RUU sapu jagad tersebut.
Baca juga: Jokowi Targetkan Omnibus Law 100 Hari, Ketua DPR: Jangan Terburu-buru
Namun, dia menegaskan draf tersebut bukan dikeluarkan pemerintah.
Hal tersebut bisa terlihat dari nama RUU yang berbeda. Draf RUU yang beredar memiliki nama 'Penciptaan Lapangan Kerja'.
Sedangkan RUU yang digagas pemerintah adalah RUU Cipta Lapangan Kerja.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.