Beberapa pemuda keturunan Tionghoa asal Malang juga bergabung langsung dalam Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) yang dipimpin Bung Tomo.
Selain itu, pemuda Tionghoa asal Minahasa menggabungkan diri dalam kesatuan KRIS (Kebaktian Iakyat Indonesia Sulawesi).
Pertempuran 10 November 1945
Masih dikutip dari pemaparan Iwan Santosa, pada 10 November 1945 Palang Merah Tionghoa membuka 10 pos dengan 11 dokter berikut 600 paramedis.
Pembiayaan kegiatan ini dipikul oleh organisasi Chung Hua Chung Hui.
Baca juga: Jejak Orang Tionghoa dalam Roti Gambang dan Es Teler
Ketika pada 10 November 1945 malam dilancarkan serangan massal, pasukan berani mati (di dalamnya ada masyarakat keturunan Tionghoa) ikut menyerbu Inggris dan Gurkha (pasukan bayaran asal Nepal).
Pada pukul 22.00 WIB, seorang keturunan Tionghoa berpidato dalam bahasa Mandarin mengatakan betapa besar korban jatuh di kalangan mereka.
Seorang gadis keturunan Tionghoa juga berpidato meminta perhatian pemerintah Republik Tiongkok tentang kekejaman militer Inggris di Surabaya. Dia berbicara dalam bahasa Inggris.
Menjadi korban pertempuran 10 November 1945
Iwan Santosa menulis, di rumah sakit yang tersebar di seluruh Surabaya dipenuhi korban pertempuran.
Banyak di antara pasien adalah warga keturunan Tionghoa asal Surabaya.
Pada saat itu, Kantor Berita Reuters melansir berita ribuan orang indonesia menjadi korban serbuan militer sekutu.
Baca juga: Cerita Singkat tentang Masjid Lautze yang Dibangun oleh Warga Keturunan Tionghoa
Laki-laki, perempuan, sipil, maupun militer, dewasa maupun anak-anak dan ikut menjadi korban.
Selain itu korban pun berjatuhan dari kalangan orang keturunan Tionghoa, warga Indo-Belanda dan India.
Namun, panglima tentara sekutu, Jenderal Christison tidak suka jumlah korban pembunuhan massal itu dibesar-besarkan.