Selain itu, kata dia, tidak pernah ada permintaan persetujuan kepada Dewas TVRI untuk menyiarkan Liga Inggris.
"Tidak ada permintaan persetujuan resmi tertulis ke Dewas," kata dia.
2. Kinerja Helmy dianggap tak sesuai visi dan misi TVRI
Ketua Dewan Pengawas TVRI Arif Hidayat Thamrin mengatakan, sejak Helmy menjabat, TVRI terkesan terlalu mengejar share dan rating.
Padahal, kata dia, TVRI merupakan televisi publik sehingga berbeda dari televisi swasta.
"Seolah-olah Direksi TVRI mengejar rating dan share seperti televisi swasta. Kami ada APBN, harus bayar dalam bentuk membayar ke luar negeri," ujar Arif.
Ia mengatakan, demi mengejar rating itu, akhirnya Dewan Direksi membeli sejumlah siaran asing, di antaranya Liga Inggris dan Discovery Channel.
Baca juga: Di DPR, Dewas TVRI Sebut Helmy Yahya Dipecat karena Terlalu Kejar Rating
Padahal, kata Arif, TVRI telah disarankan lebih banyak menayangkan program edukasi dan program-program lain yang sesuai dengan nilai keindonesiaan.
"Tupoksi TVRI sesuai visi misi TVRI adalah televisi publik. Kami bukan swasta, jadi yang paling utama adalah edukasi, jati diri, media pemersatu bangsa. Prioritas programnya juga seperti itu," kata dia.
3. Rebranding TVRI dianggap tidak sesuai rencana kerja
Anggota Dewas TVRI Maryuni Kabul Budiono mengatakan, pelaksanaan rebranding TVRI memang telah jadi program kerja yang ditetapkan.
Namun, dalam pelaksanaannya disebut tidak sesuai dengan rencana kerja.
"Terdapat ketidaksesuaian rebranding TVRI dengan rencana kerja dengan RKAT 2019," kata Budiono.
Ia menyatakan, program kerja rebranding dilakukan dalam dua tahap. Pertama, pada 2018, rebranding TVRI berjalan sesuai rencana.
Rebranding pada tahap pertama adalah pembuatan logo baru dan aplikasi TVRI.