Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Tegaskan Kasus Wahyu Setiawan Bukan Tindakan Kolektif Kolegial

Kompas.com - 14/01/2020, 05:52 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menegaskan, kasus dugaan suap yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan bukan tindakan KPU secara kolektif kolegial.

Ia mengatakan, suap terkait penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024 itu tidak dilakukan secara institusional KPU.

"Secara institusional, secara kolektif kolegial, KPU tidak terlibat di dalam persoalan ini," kata Pramono di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).

Oleh karena hal tersebut, menurut Pramono, KPU punya tugas besar untuk meyakinkan publik bahwa kasus ini tak melibatkan KPU secara kolektif.

Baca juga: KPU: Permintaan PAW Seharusnya Diajukan Ketua DPR, Bukan Partai

Sebab, hingga saat ini, masih banyak yang salah paham dengan menduga bahwa kasus ini melibatkan jajaran KPU lainnya selain Wahyu Setiawan.

"Kan kesalahpahaman ini di publik masih banyak yang menganggap, wah ini nggak mungkin Wahyu (Setiawan) sendirian, pasti melibatkan yang lain," ujar Pramono.

Ia juga mengatakan, sejak awal PDI Perjuangan meminta KPU menetapkan calegnya, Harun Masiku, sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia, KPU telah menolak hal itu. 

Ketika PDI-P meminta KPU menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) pun, KPU lagi-lagi menolak.

Perkara ada pihak yang berupaya memperjualbelikan kursi anggota DPR melalui proses PAW, kata Pramono, hal itu di luar kewenangan kolektif kolegial KPU.

"Persoalan kalau di luara ada makelar-makelar tentu kita tidak berkepentingan soal itu. Dan ruang yang dimiliki KPU untuk bermain-main sebenarnya tidak ada," ujar dia.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan politisi PDI Perjuangan Harun Masiku sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Wakil Ketua KPK Pintauli Siregar mengatakan, Harun Masiku diduga menjadi pihak yang memberikan uang kepada Wahyu Setiawan agar bisa membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu.

Baca juga: Geledah KPU, KPK Amankan Dokumen Terkait Suap Wahyu Setiawan

Menurut Lili Pintauli, kasus ini bermula saat DPP PDI-Perjuangan mengajukan Harun menjadi pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI.

Nazarudin diketahui meninggal pada Maret 2019.

Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com