JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, permintaan penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR seharusnya disampaikan oleh pimpinan DPR, bukan partai politik.
Dengan demikian, jika ada partai yang mengirimkan surat permintaan PAW, hal itu tidaklah tepat.
"Apa yang dilakukan oleh teman-teman itu, partai ini itu tidak tepat. Karena harusnya kami menerima suratnya dari pimpinan dewan (DPR), bukan dari partai," kata Pramono di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Baca juga: KPU: Sebelum OTT, Surat Penolakan Permohonan PAW Sudah Ditolak
Pramono menjelaskan, prosedur PAW anggota DPR diawali dengan penyampaian surat dari pimpinan DPR kepada KPU mengenai nama anggota DPR yang berhenti.
Selanjutnya, KPU akan melakukan klarifikasi kepada calon anggota DPR pengganti, yang tidak lain adalah caleg dengan perolehan suara terbanyak setelah anggota DPR yang diganti.
Klarifikasi itu dilakukan selama lima hari. Usai klarifikasi, KPU pun akan berbalas surat ke pimpinan DPR, bukan partai politik.
Kemudian, jika ada partai yang meminta penggantian penetapan seorang caleg untuk menggantikan caleg meninggal dunia, seharusnya, caleg pengganti adalah yang mengantongi suara terbanyak setelah caleg yang diganti.
Baca juga: Eks Komisioner KPU: Pola PAW Harun Masiku Mirip Mulan Jameela
Dalam hal permintaan penggantian penetapan caleg yang dimohonkan PDI-P untuk Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia, caleg pengganti yang dimohonkan, Harun Masiku, bukan yang mendapat suara terbanyak setelah Nazarudin.
Suara terbanyak setelah Nazarudin dikantongi Riezky Aprilia. Sementara Harun Masiku, menempati suara terbanyak kelima di daerah pemilihannya.
"Dari sisi substansi kalau pun misalnya Riezky Aprillia itu mau di-PAW, maka yang berhak bukan nomor urut perolehan suara terbanyak kelima tapi nomor yang berikutnya yakni Hermadi Jufri," ujar Pramono.
Baca juga: Penjelasan PDI-P soal 3 Surat Bertanda Tangan Megawati dan Hasto untuk KPU
Oleh karena itu, Pramono menilai, surat permintaan penggantian penetapan caleg maupun PAW yang diajukan PDI-P tidaklah tepat.
Maka, KPU dalam rapat pleno penetapan caleg terpilih Agustus 2019 lalu dan rapat pleno penetapan PAW Desember 2019 lalu, memutuskan untuk menolak permintaan PDI-P untuk menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR.
"Jadi dari sisi prosedur tidak tepat, dari sisi subtansi juga tidak tepat. Itu yang membuat kenapa KPU tidak memenuhi permohonan partai tersebut," kata Pramono.
Baca juga: Hasto Benarkan Tanda Tangannya di Surat PDI-P untuk KPU
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman mengungkapkan adanya tiga surat yang dikirimkan oleh PDI Perjuangan terkait permohonan permintaan Harun Masiku sebagai pengganti antarwaktu (PAW) untuk Nazarudin Kiemas.
"Jadi KPU menerima surat dari DPP PDI Perjuangan sebanyak tiga kali. Surat pertama, terkait putusan atau permohonan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA), (surat ini) tertanggal 26 Agustus 2019," ujar Arief saat jumpa pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).