JAKARTA, KOMPAS.com - Pasal mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang termuat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon dalam perkara ini adalah para pekerja honorer yang terdiri dari guru, tenaga kesehatan, hingga pegawai honorer teknis dan administrasi.
"Hari ini kami dari pekerja honorer, atau dalam sebutan lain pegawai pemerintah non-PNS berhimpun di Mahkamah Konstitusi untuk mendaftarkan permohonan Judicial Review UU NO. 5 Tahun 2014 atau UU ASN," kata Koordinator pemohon Yolis Suhadi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Baca juga: Menipu Berkedok Rekrutmen Dishub, Dua Honorer Satpol PP Ditangkap
Selain Pasal 99 tentang PPPK, ada dua pasal lain yang diuji materi, yaitu Pasal 6 huruf b tentang kriteria ASN dan Pasal 58 ayat (1) dan (2) tentang pengadaan PNS.
Permohonan ini diajukan lantaran para pegawai honorer merasa telah hak konstitusional mereka sebagai warga negara dirugikan.
Pemerintah hingga saat ini dinilai tidak adil dalam pengganjian pegawai honorer. Masih terjadi kesenjangan yang dinilai tak manusiawi antara gaji pegawai honorer dan ASN.
"PPPK yang pemerintah janjikan untuk memanusiakan honorer, setelah kurang lebih sembilan bulan pasca pengumuman rekan kita yang lulus test PPPK, itupun tak ada kabarnya sampai hari ini. Gaji mereka masih 150 ribu," ujar Yolis.
Yolis mengatakan, permohonan yang diajukan pihaknya juga didasari atas rasa ketidakpercayaan terhadap DPR dan pemerintah yang sempat berencana merevisi UU ASN.
Baca juga: Menpan RB: Peralihan Pegawai KPK Jadi ASN Sesuai UU ASN
Selama lima tahun dari 2014 hingga 2019, DPR tak kunjung merevisi undang-undang tersebut. Padahal, saat itu surat presiden (surpes) supaya DPR merevisi UU ASN telah terbit.
Selama ini, kata Yolis, pemerintah juga selalu berdalih saat disinggung soal kesejahteraan pegawai honorer.
"Pemerintah jangan pernah berharap lebih dengan istilah guru penggerak Indonesia maju jika gajinya cuma 100 ribu, jangan pernah berharap pelayanan kesehatan maksimal kepada masyarakat, kalau tenaga kesehatan kita disebut tenaga suka rela," kata Yolis.
"Sekali lagi kami menegaskan, kami tidak mau menjadi korban janji revisi," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.