Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan hingga Ditetapkan Sebagai Tersangka

Kompas.com - 10/01/2020, 06:57 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

 

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan dalam rangkaian operasi tangkap tangan pada Rabu (8/1/2020) lalu.

Setelah melalui pemeriksaan intensif dan proses gelar perkara, Wahyu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

"Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan 4 orang tersangka. Sebagai penerima, WSE (Wahyu Setiawan) Komisioner Komisi Pemilihan Umum," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020) kemarin.

Baca juga: KPK Tetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai Tersangka

Tiga orang tersangka lainnya adalah mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg PDI-P Harun Masuki, dan seorang pihak swasta bernama Saeful.

Lili menuturkan, Wahyu diduga menerima suap Rp 600 juta untuk memuluskan masuknya Harun ke DPR menggantikan Riezky Aprilia lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

Riezky sendiri dapat terpilih karena mendapatkan suara terbanyak kedua dari PDI-P, setelah Nazarudin Kiemas.

Sedangkan, Nazarudin Kiemas wafat saat Pemilu belum digelar.

Sebagai caleg dengan suara terbanyak kedua, Riezky kemudian masuk ke Senayan.

Baca juga: Komisioner KPU Wahyu Setiawan Tersangka KPK, Ini Konstruksi Perkaranya

PDI-P, kata Lili, sudah mengirimkan surat agar KPU menetapkan Harun sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin mengingat adanya keputusan MA yang menyebut partai adalah penentu suara dan pengganti antarwaktu.

Namun, lewat rapat pleno KPU tanggal 31 Agustus 2019, KPU memutuskan Riezky yang berhak melenggang ke Senayan.

Setelah itu, Saeful menghubungi Agustiani yang juga orang kepercayaan Wahyu untuk melakukan lobi agar Harun bisa masuk DPR lewat mekanisme PAW.

"Selanjutnya, ATF (Agustiani) mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari SAE (Saeful) kepada WSE untuk membantu proses penetapan HAR (Harun) dan WSE menyanggupi membantu dengan membalas: “Siap, mainkan!”," ujar Lili.

Baca juga: Wahyu Setiawan Diduga Minta Uang Rp 900 Juta ke Politikus PDI-P

Lili menyebut, Wahyu kemudian meminta uang operasional sebesar Rp 900 juta. Dari permintaan itu, Wahyu sudah memperoleh Rp 600 juta yang didapat melalui Agustiani.

Bila dirinci, Rp 600 juta itu terbagi atas Rp 200 juta dari seorang sumber dana yang belum diketahui identitasnya dan Rp 400 juta yang didapat dari Harun.

Lili mengatakan, uang Rp 400 juta itu sebenarnya masih berada di tangan Agustiani sampai Wahyu meminta uang tersebut pada Rabu kemarin. Namun pada saat itulah Wahyu dan Agustiani terjaring OTT KPK.

"Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk Dollar Singapura," kata Lili.

Delapan orang diamankan 

Dalam operasi tangkap tangan yang menjerat Wahyu itu, terdapat total delapan orang yang diamankan KPK dari tiga lokasi berbeda.

Lili menuturkan, OTT itu bermula dari adanya informasi terkait dugaan permintaan uang dari Wahyu kepada Agustiani.

Setelah mendapat informasi tersebut, tim KPK mengamankan Wahyu dan Rahmat Tonidaya, asisten Wahyu, di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (8/1/2020) pukul 12.55 WIB lalu.

"Kemudian secara paralel, tim terpisah KPK mengamankan ATF di rumah pribadinya di Depok pada pukul 13.14 WIB. Dari ATF, tim mengamankan uang setara dengan sekitar Rp 400 juta dalam bentuk mata uang SGD dan buku rekening yang diduga terkait perkara," kata Lili.

Baca juga: Begini Kronologi OTT KPK yang Menjaring Komisioner KPU Wahyu Setiawan

Lili melanjutkan, tim lainnya mengamankan seorang pihak swasta bernama Saeful dan soprinya yang bernama Ilham serta seorang advokat bernama Doni di Jalan Sabang, Jakarta Pusat, Rabu siang pukul 13.26 WIB.

Selain itu, KPK juga mengamankan dua anggota keluarga Wahyu di Banjarnegara, Jawa Tengah, yaitu Ika Indayani dan Wahyu Budiani.

Seusai gelar perkara, KPK pun menetapkan Wahyu, Agustani, dan Saeful sebagai tersangka suap. Satu tersangka lain, Harun Masiku, belum ditangkap KPK.

"KPK meminta tersangka HAR segera menyerahkan diri ke KPK dan pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap koperatif," ujar Lili.

Tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan, pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com